Jakarta, tvOnenews.com - Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia angkat bicara mengenai pertentangannya dengan Menko Luhut Binsar Pandjaitan soal jatah izin tambang untuk ormas keagamaan.
Menteri Bahlil mengakui, dirinya memang sempat berselisih pendapat dengan Luhut sebelum PP 25 Tahun 2024 akhirnya diteken oleh Presiden Jokowi.
“Ini jangan ada antara kita ini ya, jadi saya mau cerita bahwa proses sebelum pemberian ini ada mekanisme-mekanisme yang dilakukan. Ada pembahasan PP itu lewat rapat-rapat koordinasi dengan kementerian teknis untuk merumuskan," kata Bahlil kepada tvOne, dikutip Selasa (11/6/2024).
Silang pendapat tersebut terjadi kala Luhut diketahui tak sepenuhnya setuju dengan cara pandang Bahlil dalam mendorong pembagian wilayah izin pertambangan khusus untuk ormas keagamaan saat rapat kabinet.
Namun, Bahlil menepis bahwa dirinya terlibat perdebatan hebat dengan Luhut sebagaimana yang dikabarkan belakangan ini.
“Sebenarnya saya sama Pak Menko saya itu nggak ada nggak ada perdebatan yang gimana (adu mulut), keliru itu informasinya. Yang ada adalah dinamika argumentasi," kata Bahlil.
Luhut awalnya diketahui berpandangan bahwa pemberian izin pertambangan tanpa melalui proses lelang tak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba).
Bahlil mengakui, Luhut beranggapan bahwa alokasi WIUPK semestinya memang diprioritaskan kepada badan usaha milik negara (BUMN) atau badan usaha milik daerah (BUMD). Sedangkan untuk badan usaha swasta, dalam hal ini ormas keagamaan, dapat memperoleh izin itu melalui proses lelang.
Luhut juga diketahui mengusulkan bahwa Ormas keagamaan dapat menjadi pemegang saham di BUMN. Selain itu, hak tersebut baru bisa diberikan setelah ormas dianggap memiliki kemampuan finansial dan teknis.
Kendati demikian, Bahlil mengklaim bahwa substansi pandangannya dengan Luhur tetap sama, yakni memberikan kepada organisasi kemasyarakatan keagamaan.
“Substansinya sama, Pak Menko saya juga ingin kasih organisasi keagamaan, cuma Pak Menko bilang titipkan di BUMN nanti BUMN yang sharing,” ujar Menteri asal Papua tersebut
“Saya memilih tidak lewat BUMN tapi kita memberikan WIUPK langsung, jadi ini kan cuma jalannya saja berbeda tujuannya sama,” imbuhnya.
Bahlil tak berani mengatakan bahwa dirinya dan Luhut terlibat pertentangan hingga adu mulut saat menyampaikan pendapat tersebut.
Ia pun tetap menaruh hormat kepada Luhut selaku senior meski pada akhirnya Presiden Jokowi setuju dengan Bahlil.
“Dalam dinamika kami dalam rapat itu biasa-biasa saja dan Pak Menko itu kan guru saya,” ujarnya.
Ormas yang berhak mendapatkan izin tambang seperti NU hingga Muhammadiyah sempat disebut-sebut harus punya kemampuan finansial ormas minimal Rp100 miliar.
Bahlil pun membantah bahwa hal itu sebenarnya tidak wajib karena pemerintah akan mencarikan partner atau kontraktor untuk ormas yang menerima IUP.
“Nggak ada sampai pada saat kami berdiskusi itu tidak ada sampai ngomong tentang angka sekian ratus miliar itu. Modal itu bisa langsung dari kita atau bisa dengan berpartner, selama itu transparan dan saling menguntungkan," ujar Bahlil.
“Jadi sekali lagi bahwa saya sama Pak Menko saya dalam konteks ini tujuan kami sama, jalannya saja yang berbeda,” tambahnya.
Sebelumnya, Luhut mengatakan bahwa publik harus turut mengawasi jika memang sudah ada organisasi masyarakat yang mendapatkan izin tambang.
“Kami tata (aturannya). Ya memang kita mesti ramai-ramai mengawasi. Jangan ada oknum-oknum yang memanfaatkan itu untuk kepentingan pribadi,” kata Luhut sebagaimana diberitakan tvOnenews.com, Rabu (5/6/2024).
Pasalnya, Luhut merasa jatah tambang untuk ormas keagamaan melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, dinilai rawan menimbulkan konflik kepentingan. (rpi)
Load more