Lebih lanjut Hudi menekankan bahwa SKK Migas perlu adaptif dengan kondisi yang dinamis tersebut. Ia menilai industri hulu migas masih menghadapi berbagai tantangan kompleks yang menghambat efisiensi dan perkembangannya.
Beberapa hambatan tersebut diantaranya adalah proses persetujuan lingkungan seperti UKL/UPL dan amdal serta perizinan lahan pertanian berkelanjutan (LP2B) masih memakan waktu cukup lama.
Selain itu, menurut Hudi, tantangan lainnya termasuk perizinan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut (KKPRL), tarif KKPRL yang berlaku surut, dan keterbatasan penyediaan tubing.
"Infrastruktur gas yang belum terhubung sepenuhnya menyebabkan kelebihan pasokan gas tidak bisa disalurkan dengan baik," lanjut Hudi.
Selanjutnya, isu sosial dan lingkungan seperti perambahan di area hulu migas dan permintaan ganti rugi atas tanah di kawasan hutan juga menjadi kendala.
Selain itu, aktivitas pengeboran ilegal menyebabkan kehilangan potensi produksi yang signifikan sehingga diperlukan penertiban dan penerapan hukuman pidana untuk efek jera.
SKK Migas berharap agar seluruh pemangku kepentingan industri hulu migas di Indonesia dapat bekerja sama untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut guna mencapai target produksi 1 juta barel minyak per hari di 2030. (ant)
Load more