Jakarta, tvOnenews.com - Presiden Joko Widodo menginstruksikan pengendalian inflasi melalui pengamanan produksi dan peningkatan efisiensi rantai pasok pangan dengan didukung oleh Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP).
Terkait hal tersebut, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto akan melakukan beberapa hal untuk menjalankan strategi kebijakan 4K (Keterjangkauan Harga, Ketersediaan Pasokan, Kelancaran Distribusi dan Komunikasi Efektif).
“Sesuai dengan strategi kebijakan dari keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi dan komunikasi efektif. Itu terutama bauran kebijakan fiskal, moneter dan sektor riil, sehingga inflasi tetap terjaga,” tutur Airlangga dalam keterangan rersmi.
Sebagai Ketua Tim Pengendali Inflasi Pusat (TPIP), Menko Airlangga pertama akan melakukan stabilisasi harga untuk mengatasi kenaikan harga dalam jangka pendek melalui penyaluran SPHP, bantuan pangan, dan gerakan pangan murah di seluruh daerah, telah berhasil menahan kenaikan harga pangan lebih tinggi.
Kedua, peningkatan produksi domestik diantaranya diupayakan melalui program pompanisasi, penambahan alokasi pupuk subsidi, maupun akses pembiayaan untuk sektor pertanian.
Kemudian yang ketiga, memastikan kelancaran distribusi pangan di seluruh wilayah Indonesia, antara lain melalui program fasilitasi distribusi pangan pada 10 komoditas pangan strategis oleh Badan Pangan Nasional dan mengoptimalkan pemanfaatan tol laut khususnya untuk daerah-daerah tertinggal, terpencil, terluar, dan perbatasan (3TP).
Sedangkan dari sisi fiskal pusat, dukungan dan sinergi antar Kementerian/Lembaga juga perlu dioptimalkan.
Lebih lanjut, Menko Airlangga mengungkapkan beberapa hal yang ditekankan dalam pengendalian inflasi dan perlu untuk dilanjutkan yakni kesinambungan pasokan domestik yang merupakan kunci utama untuk menjaga stabilitas harga di seluruh daerah serta penyediaan data pangan yang akuntabel.
Saat ini telah tersedia data harga secara real time dan akurat. Namun, data pasokan pangan saat ini masih dalam pengembangan.
“Pengembangan dari neraca pangan ini menjadi penting. Dari Badan pangan akan mempersiapkan terkait dengan hal kedua yaitu penyediaan data pangan yang akuntabel. Dengan adanaya neraca pangan maka stabilisasi harga di daerah bisa lebih termonitor,” kata Menko Airlangga.
Diketahui, inflasi Indonesia saat ini masih terkendali, dimana realisasi inflasi pada Mei 2024 tercatat 2,84% (yoy), terjaga dalam rentang sasaran 2,5±1%. Capaian tersebut lebih baik dibandingkan dengan sejumlah negara G20 lain seperti Argentina (289% yoy), Turki (75,45% yoy), dan Rusia (7,84% yoy).
Capaian ini juga tidak terlepas dari hasil konsistensi kebijakan moneter serta eratnya sinergi pengendalian inflasi antara Bank Indonesia dan Pemerintah dalam Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) melalui penguatan Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di berbagai daerah.
Dalam Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Inflasi tahun 2024 yang bertemakan "Pengamanan Produksi dan Peningkatan Efisiensi Rantai Pasok untuk Mendukung Stabilitas Harga" di Istana Negara, Jumat (14/06).
Presiden Joko Widodo memberikan 5 (lima) arahan terkait strategi meningkatkan produksi dan efisiensi rantai pasok pangan.
Pertama, memperkuat produksi pangan melalui optimalisasi pemanfaatan infrastruktur pengairan untuk mengantisipasi dampak perubahan iklim.
Kedua, mengakselerasi penerapan teknologi berbasis riset dalam mendukung digitalisasi pertanian (smart agriculture).
Ketiga, mendorong investasi untuk meningkatkan nilai tambah produk pertanian. Keempat, memutakhirkan sistem dan infrastruktur logistik terintegrasi guna mendukung kelancaran distribusi dan efisiensi rantai pasok antar daerah.
Kelima, memperkuat sinergi dan koordinasi anta rlembaga, di tingkat Pusat dan Daerah, guna mendukung upaya pengendalian inflasi.
Arahan Presiden Joko Widodo tersebut disampaikan dalam rangka memastikan terkendalinya inflasi guna membangun landasan yang solid bagi pencapaian sasaran inflasi tahun 2025-2027.
Targetnya masing-masing sebesar 2,5±1%, di tengah risiko dampak rambatan ketidakpastian ekonomi global dan tantangan struktural yang masih mengemuka. (rpi)
Load more