Jakarta, tvOnenews.com - Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mulai memicu kekhawatiran banyak pihak. Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah turut bersuara dan merekomendasikan tujuh langkah yang bisa dilakukan pemerintah dan otoritas keuangan.
Dia menyebutkan, pelemahan rupiah yang terjadi belakangan ini merupakan dampak global dari ketidakpastian rencana penurunan suku bunga acuan oleh bank sentral Amerika Serikat, atau The Federal Reserve (The Fed).
"Hampir dipastikan The Fed masih akan bertahan di suku bunga tinggi dan ketidakmenentuan geopolitik akan mendorong kebijakan restriktif masing-masing negara. Oleh sebab itu, segenap kekuatan bangsa harus bersama-sama mengikatkan tali gotong royong,” kata Said Abdullah di Jakarta, Selasa (18/6/2024).
Untuk menghadapi gejolak kurs rupiah dalam jangka pendek, Said Abdullah meminta agar pemerintah dan pemangku kepentingan terkait seperti Bank Indonesia, melakukan komunikasi publik yang lebih baik.
Dia berharap pemerintah atau Bank Indonesia dapat menyampaikan kondisi nilai tukar seobjektif mungkin, agar masyarakat bisa melakukan antsipasi sejak dini.
Tujuh Langkah
Selain komunikasi yang lebih baik, Said Abdullah juga mengusulkan enam langkah atau upaya yang bisa dilakukan dalam jangka menengah untuk mencegah gejolak nilai tukar rupiah.
Pertama, menurut Said Abdullah, adalah dengan memastikan tata kelola devisa, terutama devisa hasil ekspor sumber daya alam, dapat berjalan optimal untuk memperkuat cadangan devisa. Pemerintah bisa memberikan kebijakan insentif dan sanksi yang sepadan untuk menopang tata kelola devisa nasional.
Upaya kedua, lanjut Said Abdullah dilakukan dengan melanjutkan reformasi pada sektor keuangan agar lebih inklusif dan mendorong aliran modal asing semakin tumbuh.
“Sebab, aliran masuk investasi portofolio kembali positif pada triwulan II 2024 (sampai dengan 30 Mei 2024) secara neto tercatat sebesar 3,3 miliar dolar AS. Artinya peluang ini perlu terus dijaga oleh Pemerintah dan Bank Indonesia (BI),” katanya.
Selanjutnya upaya ketiga, adalah dengan pengetatan kebijakan impor, terutama pada sektor yang makin menggerus devisa. Said Abdullah menilai importasi hendaknya difokuskan sebagai kebijakan jangka pendek untuk menambal defisit pangan dan energi yang terus berlanjut.
Sedangkan langkah keempat, menurut Said Abdullah, pemerintah perlu memastikan Surat Berharga Negara (SBN) menjadi instrumen yang menarik bagi investor asing, dengan imbal hasil (yield) yang moderat agar tidak menjadi beban bunga. Pemerintah juga perlu memastikan stand by buyer (pembeli siaga) untuk SBN, seperti yang sebelumnya dilakukan Bank Indonesia.
Upaya kelima yang bia dilakukan adalah dengan memperluas dan makin kreatif untuk menopang kebutuhan pembiayaan di tengah likuiditas nasional dan global yang makin ketat dan terbatas. “Libatkan berbagai organisasi masyarakat dan asosiasi pengusaha yang menghimpun likuiditas besar ikut berpartisipasi dengan saling menguntungkan,” kata Said Abdullah.
Lebih lanjut dia menyebut langkah keenam bisa dilakukan oleh Bank Indonesia untuk memastikan kebijakan yang bertujuan mengurangi ketergantungan negara terhadap dolar AS.
Terakhir upaya ketujuh, menurut Said Abdullah adalah dengan antisipasi kebutuhan valas oleh Pemerintah dan Bank Indonesia. Keduanya harus bisa memastikan tercukupinya kebutuhan valas untuk pembayaran utang pemerintah, BUMN, dan swasta dengan meningkatkan kebijakan hedging, atau lindung nilai. (ant)
Load more