Jakarta, tvOnenews.com - Dampak kacaunya kondisi perusahaan BUMN farmasi PT Indofarma Tbk (INAF) sangat dirasakan oleh para karyawan.
Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PKS, Amin Ak, belum lama ini menerima aspirasi dari Serikat Pekerja (SP) Indofarma terkait hak-hak karyawan yang tak dibayarkan penuh oleh manajemen dalam beberapa bulan terakhir.
Bahkan, perwakilan Serikat Pekerja menyampaikan bahwa INAF sudah tidak membayarkan iuran BPJS Ketenagakerjaan (BPJSTK) sejak Februari 2022.
Merespons hal tersebut, Amin AK selaku anggota legislatif berjanji akan menindaklanjuti laporan serikat pekerja dengan menekan Kementerian BUMN.
Tak hanya itu, aspirasi para pekerja itu juga akan disampaikan ke jajaran direksi Indofarma, dan perusahaan Holding Farmasi Biofarma agar masalah segera diselesaikan.
“Kondisi sejumlah BUMN memang sedang tidak baik-baik saja. Dalam kasus-kasus lain di BUMN lain yang sudah kami advokasi pula di Komisi VI, ada yang pada akhirnya dipenuhi sebagian, ada yang menggantung terus, ada yang sedang berproses," ujar Amin AK, dikutip Rabu (19/6/2024).
"Dalam rapat dengan Kementerian BUMN dan jajaran direksi nanti, kami akan tekan mereka untuk menyelesaikan segala persoalan ini”, lanjut Anggota DPR RI dari Dapil Jember dan Lumajang tersebut.
Amin AK juga mengetahui bahwa masalah membelit Indofarma cukup kompleks.
Sehingga, persoalan tersebut memerlukan koordinasi berbagai pihak untuk menemukan solusi.
“Persoalan Indofarma ini berkaitan dengan, setidaknya, tiga komisi di DPR RI. Terkait manajemen dan pengelolaan perusahaannya, yakni dengan Kementerian BUMN, sebagai mitra Komisi VI," kata Amin AK.
Amin memaparkan, terkait hak-hak tenaga kerja dan BPJS itu berhubungan dengan Kemenaker dan Kemenkes sebagai mitra Komisi IX.
Selain itu, untuk menyelesaikan problem keuangan di Indofarma yang sudah sangat kacau mungkin juga diperlukan Penyertaan Modal Negara (PMN) yang harus dikeluarkan oleh Kemenkeu sebagai mitra Komisi XI.
"Namun, mungkin tentunya akan ada rasionalisasi, terlebih kondisi keuangan negara juga tidak baik-baik saja," jelasnya.
Menanggapi seluruh aspirasi dari Serikat Pekerja, Amin Ak menyampaikan keprihatinan atas situasi yang mendera para karyawan BUMN Farmasi tersebut.
“Saya sangat prihatin dan berempati dengan kondisi yang dialami oleh karyawan Indofarma & anak perusahaannya. Terlebih lagi, seperti yang disampaikan tadi, banyak karyawan yang pada akhirnya kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, tak mampu membayar tagihan listrik dan air, hingga biaya pendidikan dan kesehatan, akibat gaji dan tunjangan tak dibayarkan. BPJS Tenaga Kerja tak dibayar, pesangon tak dibayar, bahkan santunan kematian tidak ada. Sangat miris sekali”, ungkap Amin Ak.
Sebagai informasi, sejak 2021 hingga 2023, Indofarma mengalami kerugian terus-menerus yang menyebabkan aset perusahaan tergerus sangat signifikan.
Angka penjualan tahun 2022 dibandingkan 2021 mengalami penurunan cukup drastis, dari Rp904,89 miliar menjadi Rp445,70 miliar atau turun 49 persen.
Akibatnya, kerugian meningkat dari Rp183,11 miliar (2021) menjadi Rp191,70 miliar (2022). Kerugian ini terus berlanjut hingga triwulan III-2023 (Rp90,71 miliar, laporan keuangan triwulan III).
Bersamaan dengan hal itu, perusahaan juga dihadapkan pada tuntutan ke pengadilan terkait penundaan kewajiban utang sementara (PKPU).
Sebagian besar (59 persen) aset perusahaan ini juga telah dijaminkan kepada PT (Persero) Bio Farma karena PT Indofarma Tbk tak dapat membayar utangnya kepada induk holding sebesar Rp604 miliar.
Berdasarkan dokumen Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) Semester II 2023, BPK menguraikan sejumlah aktivitas yang berindikasi fraud atau penyelewengan alias korupsi yang menyebabkan kerugian negara sangat besar.
"Indofarma (INAF) dan PT Indofarma Global Medika (IGM) telah melakukan transaksi jual beli fiktif pada Business Unit Fast Moving Consumer Goods (FMCG)," sebagaimana tertuang dalam laporan IHPS Semester II 2023, dikutip Rabu (5/6/2024).
Selain itu, BPK juga menemukan penempatan dana deposito atas nama pribadi pada Koperasi Simpan Pinjam Nusantara (Kopnus) dan menggadaikan deposito pada Bank Oke untuk kepentingan pihak lain.
Lebih parah lagi, sekelas raksasa farmasi terbesar di Indonesia melakukan pinjaman online atau pinjol hingga melakukan penggelapan pengembalian pajak.
"Melakukan pinjaman online (fintech) serta menampung dana restitusi pajak pada rekening bank yang tidak dilaporkan di laporan keuangan dan digunakan untuk kepentingan di luar perusahaan."
Tak sampai disitu, fraud atau korupsi yang terjadi di Indofarma juga termasuk penggunaan uang perusahaan untuk kepentingan-kepentingan pribadi segelintir pihak.
Aliran dana untuk urusan pribadi tersebut tentu tidak dilaporkan dan manipulasi data keuangan untuk terlihat bagus di mata investor alias windows dressing.
"Mengeluarkan dana tanpa underlying transaction, menggunakan kartu kredit perusahaan untuk kepentingan pribadi, melakukan pembayaran kartu kredit/operasional pribadi, melakukan windows dressing laporan keuangan perusahaan, serta membayar asuransi purna jabatan dengan jumlah melebihi ketentuan."
Akibat sederet fraud tersebut, BPK melaporkan terdapat indikasi kerugian negara mencapai Rp278,42 miliar dan potensi kerugian sebesar Rp18,26 miliar atas beban pajak dari penjualan fiktif FMCG.
Selain itu, Indofarma dan IMG juga diketahui melakukan pengadaan alat kesehatan tanpa studi kelayakan dan penjualan tanpa pertimbangan kemampuan finansial konsumen.
Hal itu mengakibatkan potensi kerugian sebesar Rp146,57 miliar yang terdiri dari piutang macet sebesar Rp122,93 miliar dan persediaan yang tidak dapat terjual sebesar Rp23,64 miliar. (rpi)
Load more