Jakarta, tvOnenews.com - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) dibuka menguat 19,16 poin atau 0,28 persen ke posisi 6.838,47 pada Jumat (21/6/2024) pagi.
Sementara itu, kelompok 45 saham unggulan atau Indeks LQ45 juga terpantau naik 3,93 poin atau 0,46 persen ke posisi 858,71.
Rentang IHSG diperkirakan berada di 6791 hingga 6860, dengan support IHSG di 6630.
"Pergerakan IHSG minggu ini masih cukup fluktuatif, meskipun hari Kamis (20/6) ditutup menguat tajam sebesar 1,4% dan untuk pertama kalinya dalam 5 hari ditutup di atas level 6.800 pada angka 6.819,3. Bulan ini, IHSG sudah turun sebesar 2,2% MTD, atau turun 6,2% YTD," tulis Tim Riset Mirae Asset.
Sebelumnya pada Kamis sore, IHSG ditutup menguat di tengah pelemahan mayoritas bursa saham kawasan Asia.
IHSG ditutup menguat 92,39 poin atau 1,37 persen ke posisi 6.819,31. Sementara kelompok 45 saham unggulan atau indeks LQ45 naik 10,41 poin atau 1,23 persen ke posisi 854,77.
Sedangkan untuk Rupiah, telah terdepresiasi sebesar 1,0% MTD, ditutup pada angka 16.430 hari ini, dipicu oleh sinyal hawkish yang lebih kuat dari The Fed minggu lalu dan ekspektasi pelemahan musiman neraca transaksi berjalan Indonesia pada kuartal ini.
Sementara itu, imbal hasil obligasi pemerintah Indonesia bertenor 10 tahun kini berada di 7,12% setelah mencapai setinggi 7,2% pada akhir minggu lalu
Bulan ini, imbal hasil telah meningkat sebesar 20,1 bps MTD karena persepsi akan pelebaran defisit fiskal sebagai akibat dari kebijakan pemerintah yang baru.
Di tengah tingginya tekanan pasar keuangan saat ini, BI dalam rapat Dewan Gubernur kemarin memutuskan untuk mempertahankan suku BI rate pada 6,25%, sejalan dengan ekspektasi kami.
Meskipun Rupiah baru-baru ini mengalami kinerja terburuknya dalam empat tahun terakhir, BI terus menyatakan bahwa keputusan ini konsisten dengan kebijakan moneter yang pro-stabilitas, menggambarkannya sebagai 'pre-emptive' dan 'forward looking'.
Kendati demikian, BI yakin Rupiah akan menguat dan suku bunga kebijakan BI rate akan diturunkan.
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyebut tekanan rupiah disebabkan oleh kenaikan permintaan valas oleh korporasi termasuk untuk repatriasi dividen, serta persepsi terhadap kesinambungan fiskal ke depan.
Dari sisi global, penyebabnya di antara lain masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global.
"Terutama berkaitan dengan ketidakpastian arah penurunan The Fed Fund Rate, penguatan mata uang dolar AS secara luas, dan masih tingginya ketegangan geopolitik," jelas Perry dalam konferensi pers, Kamis (20/6/2024). (rpi)
Load more