Jakarta - Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Indonesia Eximbank akan terus gencar mengembangkan Program Desa Devisa seiring dengan membaiknya pemintaan dan kenaikan harga kopi dunia.
Direktur Bisnis II LPEI Maqin U. Norhadi mengatakan, sebagai Special Mission Vehicle Kementerian Keuangan untuk menggerakkan ekspor nasional, pihaknya sudah mempersiapkan sejak tahun lalu untuk mendorong pengembangan bisnis kopi, salah satunya adalah dengan melaksanakan program Desa Devisa khusus kopi, yang dimulai di Kabupaten Subang pada Juli 2021.
"Berdasarkan catatan Indonesia Eximbank Institute, permintaan kopi dunia pada 2022 akan semakin meningkat seiring harga yang juga semakin tinggi. Apalagi, pasarnya juga semakin luas," ujar Maqin dalam keterangan di Jakarta, Selasa (11/1/2022)
Ekspor perdana kopi hasil binaan Desa Devisa LPEI di Subang saja mencapai 18 ton untuk tujuan Arab Saudi. Padahal, pasar tradisional kopi seperti AS, Jepang, Jerman, dan negara Eropa lainnya terus membesar.
Para eksportir kopi nasional sendiri tersebar di Semarang, Banda Aceh, Deliserdang, Medan, Bandar Lampung, Surabaya dan Sidoarjo, serta Malang.
LPEI juga mencatat ceruk permintaan kopi yang lebih spesifik seperti kopi organik yang dinilai sangat cerah pasarnya. Oleh karena itu, selain di Subang, LPEI juga mendampingi pengembangan bisnis kopi organik di kawasan Pegunungan Ijen, Banyuwangi.
"Tahun ini, ditargetkan kopi organik jenis java ijen dapat mulai diekspor untuk memenuhi pasar Jepang. Desa-desa di kawasan ini menjadi bagian dari program Desa Devisa LPEI, yang pada 2022 ditargetkan dapat menjangkau sekitar 100 desa melalui program Desa Devisa tersebut," kata Maqin.
Permintaan kopi dunia berangsur naik setelah hampir dua tahun menurun akibat dampak pandemi global. Rantai pasok logistik menjadi terganggu akibat kebijakan sejumlah negara yang membatasi transportasi dan arus keluar masuk barang antar negara.
Kelangkaan kontainer juga menyebabkan biaya logistik yang naik berlipat-lipat. Kendala itu pun menyebabkan volume perdagangan kopi menurun, terutama di jalur pasar ekspor dunia.
Indonesia sebagai produsen kopi keempat terbesar di dunia setelah Brazil, Vietnam, dan Kolombia, ikut terdampak oleh kondisi tersebut. Meski demikian, nyaris tidak ada pelaku usaha kopi yang gulung tikar dan beralih ke bisnis komoditas lain.
Hal itu memperlihatkan bahwa penurunan bisnis kopi murni adalah akibat pandemi dan terganggunya rantai pasok, bukan karena berkurangnya permintaan pasar.
Memasuki 2021, permintaan kopi dunia sudah menunjukkan tren menggembirakan. Nilai ekspor kopi Indonesia rebound ditopang oleh kenaikan harga kopi dunia.
Pertumbuhan nilai ekspor kopi masih minus yaitu sebesar -1,9 persen pada periode kumulatif Januari - Oktober 2021, namun relatif membaik dari minus 6,9 persen pada 2020. (ant/ito)
Load more