Jakarta, tvOnenews.com - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) angkat bicara mengenai isu terkait pembubaran 6 perusahaan pelat merah.
Staf Khusus III Menteri BUMN Arya Sinulingga menyebut, Kementerian BUMN belum akan memutuskan akan membubarkan keenam perusahaan bermasalah tersebut.
Enam BUMN yang terancam dibubarkan itu adalah PT Indah Karya (Persero), PT Dok Dan Perkapalan Surabaya (Persero), PT Amarta Karya (Persero), PT Barata Indonesia (Persero), PT Varuna Tirta Prakasya (Persero), dan PT Semen Kupang.
Arya Sinulingga menyampaikan, persoalan di 6 BUMN itu masih dalam kajian di Perusahaan Pengelola Aset (PPA).
"Informasi mengenai BUMN yang katanya mau dibubarkan lah, apa itu dan sebagainya itu masih kajian di PPA, belum sampai pada kajian di Kementerian BUMN," ujar Arya di Jakarta, Kamis (27/6/2024).
Lebih lanjut, kata Arya, keenam BUMN itu bahkan masih ada yang dalam proses penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) di pengadilan.
"Jadi semuanya berproses saja, jadi belum bisa dikatakan BUMN-BUMN yang kemarin disampaikan oleh Danareksa di DPR itu, belum tentu juga itu akan bubar," katanya.
"Kita belum paham juga, bisa saja terjadi, bisa juga nggak terjadi, itu masih belum," imbuhnya.
Arya menyebut, Kementerian BUMN belum bisa melakukan kajian dan masih akan melihat langkah apa saja yang dapat dilakukan untuk menangani BUMN yang bermasalah.
Menurutnya, PPA bakal melakukan kajian dengan sangat detail dan ketat. Sehingga, Kementerian BUMN dapat memperoleh hasil akhir secara komprehensif.
"Kami di Kementerian BUMN belum melakukan kajian dan melihat langkah-langkah apa yang akan dilakukan terhadap BUMN-BUMN ini, memang PPA pasti mengkajinya sangat detail dan ketat," ungkap Arya.
"Tapi kan kita lihat nanti secara komprehensif langkah-langkah apa yang bisa dilakukan dan sambil menunggu hasil pengadilan dan PKPU juga," pungkasnya.
Isu perusahaan BUMN yang terancam itu mencuat ketika saat Direktur Utama PT Danareksa (Persero) Yadi Jaya Ruchandi mengatakan bahwa saat ini ada 14 BUMN yang kondisinya sangat buruk dan sedang dikaji oleh PPA dalam Rapat Panja dengan Komisi VI DPR. (ant/rpi)
Load more