"Tentunya keduanya pernah dialami oleh Perum Bulog sebagai operator pelaksana penerima mandat impor beras dari pemerintah dan selama ini Perum Bulog tidak pernah membebani masyarakat karenanya," kata Tito.
Menurut dia, alur impor beras yang berlaku di Indonesia saat ini, pertama penentuan kebutuhan impor dilakukan melalui koordinasi antara berbagai lembaga pemerintah, termasuk Kementerian Pertanian (Kementan), Kementerian Perdagangan (Kemendag), dan Badan Pangan Nasional (Bapanas).
Kedua, mengenai regulasi dan perizinan, dimana proses impor beras diatur oleh berbagai regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah. Perum Bulog sebagai badan usaha milik negara yang bertanggung jawab dalam stabilisasi harga dan ketersediaan pangan, ditugaskan untuk melaksanakan impor beras.
"Perizinan impor melibatkan Kementerian Perdagangan yang mengeluarkan izin berdasarkan rekomendasi dari Kementerian Pertanian dan instansi terkait lainnya," jelasnya.
Ketiga, proses pengadaan dan pengiriman. Dimana, setelah mendapatkan izin, proses pengadaan beras dilakukan melalui tender internasional atau negosiasi langsung dengan negara produsen. "Beras yang diimpor biasanya berasal dari negara-negara produsen utama seperti Thailand, Vietnam, Kamboja dan India," ujarnya.
Proses pengiriman beras dilakukan dengan memastikan kualitas dan standar keamanan pangan. Namun, lanjut Tito, sejak pandemi COVID-19, beberapa negara pengekspor beras seperti India, tidak mengizinkan lagi ekspor beras dengan alasan utama untuk ketahanan pangan negaranya sendiri.
Keempat, distribusi dan penyaluran. Beras yang telah diimpor kemudian didistribusikan melalui jaringan distribusi Perum Bulog yang mencakup pasar tradisional, modern retail, e-marketplace, maupun yang didukung oleh Perum BULOG sendiri, seperti BOSS Food dan Rumah Pangan Kita (RPK).
Load more