Jakarta, tvOnenews.com - Pemerintah tleah membentuk satuan tugas atau satgas untuk menurunkan harga tiket pesawat domestik. Harga tiket pesawat di Indonesia saat ini dianggap yang paling mahal kedua di dunia setelah Brazil.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno memastikan bahwa pemerintah telah membentuk satuan tugas (satgas) penurunan harga tiket pesawat.
Sandiaga Uno menjelaskan, satgas tersebut terdiri dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian), Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), serta Kementerian/ Lembaga (K/L) terkait lainnya.
Lebih lanjut Sandiaga Uno menjelaskan, bahwa harga bahan bakar Avtur ternyata bukan faktor utama yang berkontribusi membuat harga tiket pesawat mahal di dalam negeri. Namun, terdapat aspek lain seperti beban pajak hingga beban biaya operasional.
“Jadi, itu semua akan dikaji dan akan dipastikan bahwa industri penerbangan kita efisien, seperti industri penerbangan di luar negeri," ujar Sandiaga Uno.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyebut bahwa harga tiket pesawat di Indonesia tergolong yang paling mahal di dunia. Diantara negara - negara ASEAN dan negara berpenduduk besar, harga tiket pesawat di Indonesia tergolong paling mahal kedua di dunia, setelah Brazil.
Dia menyebut upaya penurunan harga tiket pesawat akan diawasi langsung oleh Komite Supervisi Harga Tiket Angkutan Penerbangan Nasional.
Penyebab Tiket Mahal
Dalam akun media sosialnya, Luhut Pandjaitan menyebut pemerintah tengah mengevaluasi operasi biaya pesawat, cost per block hour (CBH). Pemerintah ak membedah CBH untuk menemukan biaya operasi pesawat terbesar dan merumuskan upaya penanganannya.
Untuk menekan biaya tiket, Luhut Pandjaitan menyebut pemerintah tengh mengakselerasi kebijakan pembebasan Bea Masuk dan pembukaan Lartas barang impor tertentu, untuk kebutuhan penerbangan. Saat ini, porsi perawatan berkontribusi 16 persen terhadap biaya tiket, atau yang terbesar keda setelah setelah komponen bahan bakar avtur.
Selain itu, dia menyebut adanya mekanisme pengenaan tarif berdasarkan sektor rute, yang berimplikasi pada pengenaan dua kali tarif PPN (Pajak Pertambahan Nilai), Iuran Wajib Jasa Raharja (IWJR), dan Passenger Service Charge (PSC) atau airport tax, bagi penumpang yang melakukan transfer atau ganti pesawat.
"Mekanisme perhitungan tarif perlu disesuaikan berdasarkan biaya operasional maskapai per jam terbang, yang akan berdampak signifikan mengurangi beban biaya pada tiket penerbangan," jelas Luhut Pandjaitan.
Hal lain yang tidak kalah penting adalah evaluasi peran pendapatan kargo terhadap pendapatan perusahaan penerbangan yang seringkali luput dari perhatian. Ini bisa menjadi pertimbangan dalam menentukan harga Tarif Batas Atas.
Selain itu, menurut Luhut Pandjaitan, pemerintah juga akan mengkaji peluang insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) untuk beberapa destinasi prioritas. (ant/hsb)
Load more