Jakarta, tvOnenenews.com - Langkah pemerintah untuk kembali membuka ekspor benur atau benih bening lobster (BBL), ternyata tidak langsung membuat penyelundupan menjadi berhenti. Besarnya nilai ekonomi dari ekspor BBL ilegal membuat aksi penyelundupan tetap marak.
Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Pung Nugroho Saksono menyebut daya tarik bagi penyelundupan BBL memang sangat besar.
"Salah satu contoh dari penangkapan yang kita lakukan di Banyuwangi dan Cilacap Daya tarik BBL ini luar biasa, nilainya juga luar biasa, bahkan ada yang menyebutkan seperti narkoba hidup ya, karena nilainya memang sangat besar, dan jumlahnya juga sangat besar," kata Pung Nugroho dalam konferensi pers di Kantor Kementerian KKP Jakarta, Kamis (18/7/2024).
Kerugian negara imbas penyelundupan BBL diakui Ipung sangat besar. Dari sisi ekonomi, nilainya bisa mencapai triliunan rupiah dengan estimasi jumlah benur yang keluar dari Indonesia secara ilegal setiap tahunnya mencapai 500 juta ekor.
Oleh sebab itu, Pung Nugroho mengaku, KKP akan terus bekerja sama dengan aparat penegak hukum lainnya untuk memberantas penyelundupan BBL. "Bersama dengan para penegak hukum lainnya, kita perketat pengawasan terutama di daerah - daerah rawan penyelundupan.
Pung Nugroho menyebut terdapat empat lokasi yang tergolong rawan penyelundupan BBL. Tempat pertama adalah di lokasi pengepul BBL yang memang potensial menjadi lokasi bagi pelaku penyelundupan BBL untuk mengumpulkan barang yang akan diselundupkan.
Selanjutnya tempat kedua adalah di lokasi pelabuhan penyeberangan, terutama tempat yang berbatasan dengan negara lain. Lokasi ini sering digunakan sebagai sarana transit untuk menyelundupkan BBL.
Selain itu, lokasi rawan yang menjadi fokus pengawasan aparat adalah di pintu keluar bandara. Dengan ukuran yang tidak terlalu besar, BBL sering kali diseludupkan dalam koper atau bagasi penumpang.
Terakhir, lokasi keempat yang rawanuntuk menyelundupkan BBL adalah melalui jalur laut. Aksi penyelundupan lewat jalur laut ini tergolong mudah dilakukan, namun sulit untuk diungkap oleh aparat karena lokasinya yang tersebar.
Penerimaan Negara
Selain memperketat upaya penindakan penyelundupan, Kementerian Kelautan dan Perikanan juga telah mengatur tata kelola ekspor BBL secara ketat. Peraturan Menteri KKP No 7 Tahun 2024 yang dirilis Mei lalu, telah membuka kesempatan bagi para pelaku usaha untuk mengekspor BBL dengan persyaratan yang cukup ketat.
Asisten Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Bidang Media dan Komunikasi Publik Doni Ismanto menyebut bahwa setelah adanya Permen KKP tersebut, pemerintah telah berhasil mengumpulkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari ekspor yang dilakukan.
Hingga 18 Juli 2024, total PNBP dari BBL tercatat telah mencapai Rp3,606 miliar. Dari dana yang dikumpulkan tersebut, sebesar Rp2,705 miliar akan dimanfaatkan ke masyarakat, sedangkan sisanya Rp901 juta akan dikelola Badan Layanan Umum (BLU) untuk pengelolaan lobster.
"Dari nilai PNBP ini sebenarnya terlihat bahwa ekspor itu nilainya tidak terlalu besar, jadi ini sekaligus membantah tudingan yang menyebut bahwa kita ini ingin melakukan ekspor besar - besaran," jelas Doni Ismanto.
Hingga saat ini, dia mengaku Kementerian Kelautan dan Perikanan baru memberi izin terhadap lima perusahaan joint venture asal Vietnam yang menggandeng perusahaan lokal yang mendapat izin ekspor BBL. (hsb)
Load more