Setiap instrumen nuklir yang didapatkan, jelas Rifai, masing-masing negara diharapkan dapat menguasainya dan membuat sebuah panduan sendiri untuk mengatasi masalah yang terjadi.
"Setiap negara kemudian melaporkan dan mengumpulkan panduan yang telah dibuat dalam sebuah database. Nantinya, panduan tersebut akan digunakan bersama-sama oleh semua negara yang membutuhkan," lanjutnya.
Adapun Project RAS 1206 yang dilakukan oleh seluruh negara anggota tersebut, ungkap Rifai, membuahkan sebanyak 2.000 panduan yang telah dikumpulkan.
"IAEA juga bekerja sama dengan penyedia alat instrumen dan dibantu dalam memperbarui panduan dari instrumen nuklir yang sudah ada. Setiap negara yang terlibat wajib untuk saling berkoordinasi dan berkolaborasi apabila di kemudian hari terjadi permasalahan terhadap instrumen yang telah dihibahkan," ucapnya.
Untuk diketahui, pada tahun 2020 IAEA meluncurkan Regional Technical Cooperation Project RAS 1026 dengan judul “Strengthening Nuclear Instrumentation Capacity in the Areas of Nuclear Sciences and Applications” yang melibatkan beberapa negara di Kawasan Asia, dan pada proyek tersebut Indonesia ditunjuk sebagai Designated Team Member (DTM).
Latar belakang dari pertemuan yang diselenggarakan empat hari ini adalah untuk meningkatkan kapasitas instrumentasi nuklir di sejumlah elemen di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir negara berkembang di kawasan Asia Pasifik.
Load more