Jakarta, tvOnenews.com - Harga beras yang terus naik membuat Perum Bulog beberapa waktu lalu mendapatkan ultimatum dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk segera mengantisipasi pergerakan harga beras.
Di tengah skandal demurrage atau denda impor beras sebesar Rp294, 5 miliar, Perum Bulog-Badan Pangan Nasional (Bapanas) dituntut untuk segera stabilkan harga beras di pasaran.
Mengacu data panel harga Badan Pangan Nasional atau Bapanas, Sabtu (27/7/2027) pagi, harga beras premium sendiri berada di angka Rp15.860 atau naik hingga 1,99 persen sampai Rp310. Sedangkan untuk beras medium, berada di harga Rp13.620 atau naik 0,29 persen atau naik Rp40.
Merespons hal tersebut, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Esther Sri Astuti menilai pemerintah dalam hal ini Bulog harus dapat menekan kenaikan harga beras dengan memastikan jalur distribusi kepada masyarakat.
Jika tidak bisa menekan kenaikan harga beras, kata Esther, maka Bulog lama-lama akan disebut sebagai Perum gagal.
“Jangan sampai distribusi tidak lancar, sehingga menyebabkan harga beras tinggi,” ujar Direktur Eksekutif INDEF tersebut.
Esther menilai bahwa pemerintah dalam hal ini Bulog yang dipimpin Bayu Krisnamurthi seharusnya bisa mengkalkulasi dengan tepat kebutuhan beras secara nasional sehingga kenaikan harga juga dapat diredam.
“Kalau itu sudah dipenuhi, baru kita bicara distribusi,” tandasnya.
Sebelumnya, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mendesak Perum Bulog segera stabilisasi harga beras seiring tren kenaikan harga yang mulai terjadi di musim kemarau.
Plt. Sekretaris Jenderal Kemendagri Tomsi Tohir, menegaskan bahwa secara historis kenaikan harga beras cenderung terjadi pada Juli saat musim kemarau tiba.
Oleh sebab itu, Perum Bulog dituntut bisa segera melakukan antisipasi dalam menjaga stabilitas harga beras secara nasional.
Adapun, Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok (SP2KP), menunjukkan bahwa kenaikan harga beras terjadi di 32,22% wilayah di Indonesia pada pekan ketiga Juli 2024.
Tuntutan tersebut tentu menjadi tantangan yang harus diselesaikan dihadapi Bulog di tengah sejumlah tekanan yang tengah menjerat Bulog. Sebab selain demurrage, Bulog juga terjerat dugaan skandal mark up impor beras.
Studi Demokrasi Rakyat (SDR) beberapa waktu lalu melaporkan Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi dan Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi terkait dugaan mark up (selisih harga) impor 2,2 juta ton beras senilai Rp2,7 triliun dan kerugian negara akibat demurrage impor beras senilai Rp294,5 miliar ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI.
Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto meminta KPK dapat segera memeriksa Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi dan Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi sebagai pihak yang paling bertanggung jawab terkait dua masalah tersebut.
"Kami berharap laporan kami dapat menjadi masukan dan bahan pertimbangan untuk Bapak Ketua KPK RI dalam menangani kasus yang kami laporkan," kata Hari di depan Gedung KPK, Jakarta, 3 Juli 2024. (rpi)
Load more