Pada perdagangan Senin, indeks Nikkei 225 ditutup turun 12,4 persen, sementara indeks saham yang lebih luas Topix tercatat anjlok 12,8 persen. Anjloknya Nikkei 225 hingga di atas 12 persen ini merupakan yang terburuk sejak kejatuhan bursa saham global di tahun 1987 yang dikenal dengan istilah "Black Monday" atau Senin Kelabu.
Anjloknya bursa saham di Jepang ini dibayangi oleh suramnya outlook bursa saham Wall Street di Amerika Serikat. Indeks future untuk bursa Wall Street kembali turun hingga 2,5 persen menyusul kekhawatiran terhadap ancaman resesi ekonomi di negara tersebut.
Ancaman resesi di Amerika Serikat mencuat setelah laporan pembayaran gaji (payroll) terbaru menunjukkan bahwa pemulihan ekonomi di negara tersebut sudah berada dalam tahap yang mengkhawatirkan.
Sebelumnya, pada Jumat (2/8/2024) lalu, Indeks Nikkei telah terpuruk hingga 5,8 persen. Penurunan dua hari ini merupakan rekor penurunan terburuk dalam dua hari yang terjadi dalam sejarah bursa Jepang. Sejak menembus level rekor tertingginya dalam sejarah, indeks Nikkei 225 telah terkoreksi hingga 20 persen.
Selain faktor eksternal dari Amerika Serikat, pelemahan bursa di Jepang juga sebelumnya dipicu oleh kebijakan bank sentral Jepang (BOJ) yang menaikkan tingkat suku bunga acuan setelah mata uang Yen terus melemah terhadap dolar AS.
Meski berhasil mendongkrak mata uang Yen, kenaikan suku bunga acuan ini dipandang negatif di bursa saham. Pelaku pasar khawatir tingginya nilai tukar Yen akan berdampak negatif terhadap kinerja ekspor Jepang dan ekonominya secara keseluruhan.
Bursa Asia Rontok
Load more