Menurut data Kementerian Tenaga Kerja, hingga pertengahan tahun 2024, tercatat sebanyak 32.064 pekerja terkena PHK. Angka naik naik 21,4% dari periode yang sama tahun 2023 yang sebanyak 26.400 orang.
Namun, data dari pihak buruh menunjukkan angka yang jauh lebih tinggi tiga kali lipat, mencapai sekitar 80.000 orang lebih.
Ketidaksesuaian data ini disebabkan karena banyak perusahaan yang tidak melaporkan kondisi sebenarnya kepada pemerintah.
"Pemerintah, melalui Kementerian Tenaga Kerja, mendapatkan datanya dari BPJS Ketenagakerjaan. Padahal, banyak pengusaha yang tidak melaporkan perjanjian PHK ke dinas terkait, dan ada banyak perusahaan yang tidak terdaftar di BPS Ketenagakerjaan. Jadi saat data pemerintah menunjukkan 26.000, sementara data kami sekitar 80.000 dan itu valid," tegas Mirah.
Selain masalah internal, kebijakan pemerintah juga dirasa semakin memperburuk kondisi industri manufaktur.
Mirah menyoroti Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan yang mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024. Kebijakan yang membuka keran impor secara bebas ini berdampak besar pada sektor tekstil dalam negeri.
"Ya, tentu saja. Kebijakan ini membuat pabrik tekstil tutup karena barang impor sejenis lebih murah. Sebagai contoh, cek saja di pusat perbelanjaan, bahkan baju harganya Rp15.000, sementara produksi lokal jauh lebih mahal," ujar Mirah Sumirat.
Load more