Jakarta, tvOnenews.com - Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyampaikan bahwa pengembangan energi terbarukan hidrogen atau green hydrogen, diperlukan investasi hingga mencapai 25,2 miliar dolar AS atau setara dengan Rp400 triliun.
Anggaran sebesar itu diharapkan dapat mencukupi kebutuhan pengembangan energi hijau tersebut selama periode 2031 hingga 2060.
Kebutuhan dana yang begitu besar ini tidak hanya akan menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga akan melibatkan investasi dari sektor swasta.
Menurut Direktur Deregulasi Penanaman Modal BKPM, Dendy Apriandi, target pemerintah pada 2030 adalah mengurangi emisi karbon sebesar 43%.
Untuk mewujudkan target tersebut, maka dibutuhkan dukungan dari pihak swasta, terutama dalam bentuk investasi minimal sebesar 25,2 miliar dolar AS.
"Kita memiliki target 2030 itu 43 persen pengurangan karbon, sehingga target ini juga memerlukan investasi dari sektor swasta minimal 25,2 miliar dolar AS, dan ini yang kita kejar," kata Dendy di Jakarta, Kamis (15/8/2024).
Salah satu perusahaan yang sudah berkomitmen dalam proyek ini adalah Pertamina, yang berencana menginvestasikan 11 miliar dolar AS untuk mendukung pengembangan energi hijau.
Selain itu, beberapa perusahaan asing juga mulai menunjukkan minatnya, seperti The Global Green Growth Institute (GGGI) yang bekerja sama dengan Samsung dan Hyundai dalam proyek senilai 1,2 miliar dolar AS di Blok Sarulla, Sumatera Utara, untuk produksi hidrogen hijau.
Dendy juga menekankan bahwa potensi bisnis dari green hydrogen jauh lebih besar dibandingkan hidrogen konvensional yang berbasis gas alam, atau yang dikenal sebagai grey hydrogen.
Namun, tantangan yang masih dihadapi saat ini adalah tingginya biaya produksi green hydrogen Meski begitu, ia optimis bahwa biaya ini bisa terus ditekan.
Saat ini, biaya produksi hidrogen hijau masih sekitar 6,4 dolar AS per kilogram, tetapi Dendy ada peluang besar untuk menurunkannya hingga di bawah 2 dolar AS per kilogram.
Sebelumnya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) juga menyatakan bahwa pengembangan hidrogen bisa menjadi solusi dalam mencegah krisis energi di sektor industri.
Tak hanya itu, Kemenperin juga mendukung penurunan emisi karbon dioksida (CO2) sesuai dengan target Enhanced-Nationally Determined Contribution (E-NDC) sebanyak 912 juta ton pada tahun 2030.
Reni Yanita selaku Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kemenperin, menambahkan bahwa hidrogen merupakan alternatif bahan bakar yang ramah lingkungan serta media penyimpan energi yang ideal.
"Hidrogen menjadi kunci dalam rantai energi berkelanjutan yang bebas emisi dari awal hingga akhir," kata Reni dalam forum diskusi di Jakarta. (ant/rpi)
Load more