Di Indonesia, dari total 44.985 sumur, ada sekitar 16.990 yang masuk dalam kategori idle. Namun, tidak semua sumur ini bisa diaktifkan kembali karena berbagai alasan, seperti tidak adanya potensi subsurface, biaya reaktivasi yang tinggi, harga minyak dunia saat itu, serta faktor keselamatan kerja dan masalah non-teknis lainnya seperti masalah dengan masyarakat setempat.
Bahlil menjelaskan bahwa reaktivasi sumur idle adalah salah satu langkah strategis untuk meningkatkan ketahanan energi nasional. Dengan peningkatan produksi migas, diharapkan ketergantungan pada impor bisa dikurangi dan devisa negara bisa meningkat.
Pemerintah telah menetapkan kriteria untuk Wilayah Kerja (WK) Migas yang potensial tapi idle, seperti lapangan produksi yang tidak beroperasi selama 2 tahun berturut-turut, atau lapangan dengan plan of development (POD) selain POD pertama yang tidak dikerjakan selama 2 tahun berturut-turut.
Selain itu, jika ada struktur pada WK eksploitasi yang sudah berstatus discovery tapi tidak dikerjakan selama 3 tahun berturut-turut, juga masuk dalam kriteria ini.
Para Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) diberikan beberapa opsi untuk mengoptimalkan WK idle ini, yaitu:
1. Kerjakan Sendiri: KKKS dapat langsung menggarap WK idle tersebut.
2. Kerja Sama: KKKS bisa bekerja sama dengan badan usaha lain untuk menerapkan teknologi tertentu.
3. Diambil Alih KKKS Lain: WK idle bisa diusulkan untuk dikelola oleh KKKS lain.
4. Dikembalikan ke Negara: WK idle dapat dikembalikan ke negara untuk dilelang kembali.
Dengan reaktivasi sumur idle ini, pemerintah berharap bisa mencapai target peningkatan produksi migas nasional dan mengurangi ketergantungan impor, yang pada akhirnya akan memperkuat perekonomian negara. (rpi)
Load more