Jakarta, tvOnenews.com - Kepemimpinan baru Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka yang akan dimulai pada Oktober 2024, diharapkan membawa era baru bagi Indonesia.
Pada sektor ekonomi, kerjasama antara swasta dan pemerintah menjadi semakin penting dalam menghadapi tantangan global yang kian kompetitif.
Maka dari itu, APEC Business Advisory Council (ABAC) Indonesia bekerja sama dengan Kementerian Investasi/BKPM serta Kementerian Keuangan mengadakan dialog bertajuk "Peluang Dunia Usaha dalam Menyongsong Pemerintahan Prabowo-Gibran". Acara yang berlangsung di Hutan Kota by Plataran, Senayan, Jakarta, pada Sabtu (31/8/2024), bertujuan untuk menjembatani komunikasi antara sektor swasta dan pemerintah.
“APEC Business Advisory Council (BAC) ini adalah wadah yang menghubungkan dengan 20 negara lain di Asia Pasifik yang membahas tentang investasi, perdagangan, hingga hubungan luar negeri. Namun, semua itu tidak berarti tanpa memperjuangkan kepentingan dunia usaha di Indonesia. Itulah alasan utama diadakannya acara ini,” ungkap Anindya Bakrie, Ketua APEC BAC Indonesia, dalam sambutannya.
Anindya yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Pertimbangan KADIN Indonesia, menyampaikan bahwa kepemimpinan baru diharapkan mampu membawa perubahan signifikan dalam tata kelola ekonomi nasional. Pemerintahan Prabowo-Gibran diharapkan membawa perspektif baru yang berfokus pada peningkatan daya saing ekonomi, pembenahan regulasi, dan pemberdayaan dunia usaha guna menciptakan ekosistem bisnis yang lebih sehat dan dinamis.
Dalam situasi global yang penuh ketidakpastian dan perubahan geopolitik, Indonesia memiliki kesempatan besar untuk memperkuat posisinya sebagai salah satu kekuatan ekonomi utama dunia. Namun, untuk mewujudkan visi ini, dukungan serta kerjasama erat antara pemerintah dan sektor swasta sangatlah penting.
"Teman-teman dunia usaha dan juga di asosiasi bisa melihat bahwa tantangan memang banyak, harapan memang besar, tapi optimisme harus dijaga," tambah Anindya.
Menurutnya, sektor swasta harus berperan sebagai mitra strategis dalam mendukung program prioritas pemerintah, seperti peningkatan produktivitas industri, pengembangan infrastruktur, serta penciptaan lapangan kerja yang luas dan berkualitas.
Menghadapi tantangan global yang semakin kompleks, pemerintah dan sektor swasta harus bersatu dalam menyusun strategi adaptif dan responsif terhadap kebutuhan industri.
Fokus yang diberikan termasuk hilirisasi industri, percepatan digitalisasi, serta penguatan sektor-sektor unggulan seperti energi terbarukan, teknologi informasi, dan pertanian modern. Kerjasama erat antara pemerintah dan sektor swasta akan menjadi kunci untuk menciptakan sinergi antara kepentingan nasional dan strategi bisnis.
Partisipasi aktif sektor swasta dalam pembangunan ekonomi tidak hanya penting bagi pertumbuhan nasional, tetapi juga untuk menciptakan solusi bagi berbagai tantangan yang dihadapi bangsa. Di tengah persaingan global yang semakin ketat, hanya melalui kerjasama erat antara pengusaha dan pemerintah, Indonesia dapat mencapai kemajuan yang berkelanjutan serta memiliki daya saing tinggi di panggung internasional.
"Kita tahu semua yang dikatakan mengenai kebutuhan lapangan kerja terus dibutuhkan, obesitas regulasi ada, kadang-kadang daya saing kita rendah, iya, global environment juga tidak terlalu bekawan, jangankan persaingan dagang, perang pun juga ada. Tapi semua itu dibutuhkan tentunya berbagai macam masukan kepada pemerintah dan teman-teman di parlemen selaku pembuat kebijakan, bagaimana bisa nanti mendukung ini semua sehingga teman-teman di lapangan benar-benar merasakan dampak baiknya," jelas Anindya.
Dialog yang digagas oleh APEC BAC dan Kementerian Investasi ini dihadiri oleh 27 Ketua Umum Kadin dari berbagai daerah. Selain Anindya Bakrie, narasumber lainnya adalah Menteri Investasi Republik Indonesia, Rosan Roeslani, Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo, serta perwakilan senior dari KADIN Daerah.
Dalam kesempatan tersebut, Menteri Investasi/Kepala BKPM Rosan Roeslani menyoroti potensi ekonomi Indonesia yang merupakan yang terbesar di Asia Tenggara, dengan kontribusi mencapai 40% dari total ekonomi ASEAN. Investasi yang masuk ke ASEAN diperkirakan mencapai US$350 miliar, namun Indonesia baru memperoleh sekitar 10% dari total tersebut.
Menurut Rosan, Indonesia seharusnya layak mendapat 40% dari total investasi yang masuk ke ASEAN. Namun, hal ini terhambat oleh berbagai faktor, salah satunya adalah ketidakpastian hukum.
"Mestinya 40 persen investasinya masuk Indonesia. Tapi itu tidak terjadi, kenapa? Salah satunya adalah kepastian rule of law kita," tegas Rosan.
Ia menambahkan bahwa investor mencari kepastian dan cenderung menghindari kejutan. Mereka ingin rencana usahanya dijalankan secara terstruktur sehingga dapat menghitung risiko dengan baik.
"Karena orang mau investasi itu nggak suka surprise. Kita maunya semua terukur, terstruktur, sehingga kita bisa melakukan assessment dari risiko kita dengan baik. Kita maunya semuanya diperhitungkan. Itu yang dibutuhkan dalam investasi," papar Rosan.
Rosan juga mengungkapkan masalah kurangnya sosialisasi insentif terhadap investor, meskipun aturannya sudah lama dibuat. Ia menekankan bahwa tugas seperti ini harus segera diselesaikan demi menggerakkan perekonomian.
Apa yang disampaikan Menteri Investasi/Kepala BKPM itu juga senada dengan apa yang dikatakan Anindya Bakrie sebelumnya. CEO PT Bakrie & Brothers Tbk itu mengatakan bahwa kepastian hukum dapat membawa keuntungan bagi Indonesia, khususnya di bidang investasi.
"Ini adalah suara hati dunia usaha, baik di daerah maupun di asosiasi. Harus benar-benar mengerti bahwa untuk mengembangkan ekonomi ini, tentu di dalam birokrasi yang efektif dibutuhkan kepastian hukum," kata Anindya
Intinya, kolaborasi antara pemerintah dan sektor swasta akan menjadi pilar utama dalam mengakselerasi pertumbuhan ekonomi Indonesia di tengah tantangan global. Dengan sinergi yang kuat, diharapkan Indonesia dapat mencapai visinya sebagai kekuatan ekonomi utama dunia, sejalan dengan kepemimpinan baru Prabowo-Gibran. (rpi)
Load more