Jakarta, tvOnenews.com - Pemerintah akhirnya merilis beleid baru di sektor perkebunan kelapa sawit. Skema tarif pungutan ekspor kelapa sawit, CPO (crude palm oil/minyak sawit mentah), dan turunannya yang dianggap sangat membebani pengusaha akhirnya dirubah.
Perubahan skema tarif ini diatur dalam Peraturan Mengeri Keuangan (PMK) Nomor 62 Tahun 2024 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum (BLU) Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) pada Kementerian Keuangan, yang telah ditandatangani pada 11 September 2024.
Aturan baru ini mengganti skema pengenaan tarif pungutan ekspor kelapa sawit, CPO, dan turunannya. Skema awal yang berlaku sejak Juni 2019 dan menggunakan tarif progresif sesuai harga CPO di pasar internasional, diganti dengan tarif tetap berdasarkan harga referensi CPO yang ditetapkan Menteri Perdagangan.
“Harga referensi crude palm oil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu pada harga referensi yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan,” seperti dikutip dari Pasal 3 ayat (2) PMK Nomor 62 Tahun 2024.
Terakhir, dalam tarif yang berlaku sejak 1 Januari 2023, tarif pungutan ekspor untuk CPO saja ditetapkan berjenjang mulai dari batas bawah 50 dolar AS per ton (untuk harga CPO di bawah atau sama dengan 680 dolar AS per ton), hingga tertinggi mencapai 240 dolar AS per metrik ton (untuk harga CPO di atas 1.430 dolar AS per ton).
Sementara dalam beleid terbaru, tarif pungutan ekspor CPO ditetapkan sebesar 7,5 persen dari harga referensi yang ditetapkan Menteri Perdagangan. Dengan harga referensi terbaru di kisaran 839,53 dolar AS per ton, maka besarnya pungutan ekspor CPO akan menjadi 62,96 dolar AS per ton.
Load more