Jakarta, tvonenews.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menanggapi laporan Bank Dunia yang menyebut harga beras di Indonesia 20 persen lebih mahal dari negara di ASEAN, namun pendapatan petani masih rendah. Ia meminta agar membandingkan harga beras di tingkat konsumen, bukan hanya di produsen.
Menurut Jokowi, harga beras di tingkat konsumen di Indonesia harus dihitung dengan tepat, termasuk memperhatikan biaya pengangkutan (freight) dan harga beras Free on Board (FOB).
"Coba dilihat, harga beras FOB itu kira-kira US$ 530 - US$ 600, ditambah cost freight kira-kira US$ 40, coba dihitung berapa. Kalau mau membandingkan, itu harusnya di konsumen," kata Jokowi di Kabupaten Paser, Kalimantan Timur, Kamis (26/9/2024).
Menurut Jokowi, jika harga beras di pasaran baik, seharusnya harga gabah di petani juga ikut meningkat. Jokowi menekankan bahwa perbandingan harga di lapangan perlu dilakukan agar distorsi harga dapat diminimalkan.
"Mestinya kalau harga beras baik artinya harga gabah juga baik, kalau harga gabah baik, harga jual petani mestinya baik, kalau tidak ada distorsi di lapangan," ucap dia.
Jokowi menyebut harga gabah di tingkat petani telah mengalami peningkatan signifikan. Menurut Jokowi, hal ini menunjukkan bahwa terdapat kenaikan pada nilai tukar petani (NTP).
"Dicek aja di lapangan, di cek di petani harga gabah berapa? Dulu Rp4.200 sekarang Rp6.000. Itu gabah ya bukan beras? Dari situ keliatan NTP juga dicek di lapangan," kata dia.
Berdasarkan Survei Terpadu Pertanian 2021, kesejahteraan petani Indonesia masih di bawah rata-rata. Bahkan, pendapatannya kurang dari US$1 per hari atau sekitar Rp15.207 dan setahun di bawah US$341 atau sekitar Rp5 juta.
Pendapatan ini dinilai tidak sebanding dengan biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani Badan Pangan Nasional (Bapanas) menyebut harga beras yang tinggi di dalam negeri dipengaruhi oleh biaya produksi yang besar.
Direktur Distribusi dan Cadangan Pangan NFA, Rachmi Widiriani mengatakan, petani Indonesia berhak mendapat keuntungan karena biaya yang dikeluarkan tidak sedikit. Oleh sebab itu berdampak pada harga beras yang tinggi di pasaran.
"Memang betul harga beras di dalam negeri saat ini tinggi, tapi memang biaya produksinya juga sudah tinggi, sehingga kalau kita runtut dari cost factor produksi beras di dalam negeri, kalau kita perhatikan memang tinggi, jadi petani juga berhak mendapatkan keuntungan," kata Rachmi, di Bali, Jumat (20/9/2024).
Namun saat ini, lanjut dia, petani sedang mendapat cukup keuntungan karena harga gabah yang dibeli di atas Harga Pembelian Pemerintah (HPP). Nilai Tukar Petani (NTP) khususnya tanaman pangan, saat ini juga sedang dalam harga yang bagus.
Menurutnya, hal ini saling terkait sehingga konsumen nantinya akan lebih mudah mendapatkan beras dengan harga yang terjangkau.(nba)
Load more