Perjuangannya menempuh pendidikan tak berhenti sampai di situ. Saat berangkat kuliah ke Jayapura, ia tidak dibiayai orangtua.
Demi bertahan hidup, Bahlil pun bekerja serabutan demi mendapat pundi-pundi uang untuk membayar uang kuliah. Ia sempat berjualan koran bahkan menjadi buruh bangunan. Bahlil juga membuka jasa membuat makalah semasa kuliah. Satu makalah yang ditulisnya dihargai Rp10.000.
"Jadi kalau ditanya kapan masa sulit, ya dari usia saya 0 sampai 26 tahun ya itu sulit," tuturnya.
Bertahun-tahun dalam kondisi himpitan ekonomi membuatnya tersadar. Bahlil tak ingin selamanya menghadapi situasi sulit ini. Bekerja sebagai karyawan setamat kuliah tak kehidupannya lebih baik.
"Saya di semester 7 atau 8 itu sudah berpikir, 'Saya nggak mungkin begini terus. Kalau jadi karyawan kapan mengakhiri penderitaan ini'," batinnya saat itu.
Setelah menjadi karyawan, ia sempat menjadi direktur salah satu perusahaan konsultan keuangan. Namun satu setengah tahun kemudian ia memutuskan resign dan merintis perusahaan sendiri.
Load more