Jakarta, tvonenews.com - Kisah Bahlil Lahadalia yang mengukir sukses dari titik nol patut menjadi pelajaran berharga dan inspirasi.
Siapa sangka di balik kesuksesan dan nama besarnya saat ini, Bahlil Lahadalia memiliki cerita memilukan di masa kecil.
Sebelum namanya menggaung seantero negeri, Bahlil telah melewati berbagai rintangan kehidupan yang menguji ketangguhan dan tekadnya.
Sedari kecil, ia hidup sederhana bersama kedua orangtua dan saudaranya. Ia bahkan tidak pernah bermimpi menjadi seorang menteri.
"Saya orang kampung, sekolah di kampung. Saya tidak pernah bercita-cita menjadi menteri apalagi Ketum Partai Golkar. Hidup saya berproses aja seperti air mengalir," kata Bahlil dikutip dari tayangan Youtube tvOnenews, Rabu (2/10/2024).
Karena hidup serba kekurangan, sejak belia, Bahlil sudah banting tulang mencari uang untuk membantu dapur keluarga. Bahkan, sejak SD ia sudah berjualan kue untuk membantu membiayai sekolahnya.
"Saya sekolah sejak SD sudah harus cari uang sendiri untuk sekolah dan bayar buku. SMP saya jadi kondektur angkota, SMA jadi sopir angkot, jualan ikan ke pasar juga," paparnya.
Tak ada pilihan bagi Bahlil saat itu. Suka tidak suka ia harus menjalaninya. Itulah satu-satunya cara agar ia dapat membantu ayah dan ibunya mencukupi kebutuhan sehari-hari.
"Kalau mau cerita tentang gimana masa tersulit, saya memang dari keluarga yang sederhana banget. Ibu saya hanya pembantu rumah tangga, ayah saya buruh bangunan gajinya cuma Rp7.500 per hari," kenang Bahlil.
Perjuangannya menempuh pendidikan tak berhenti sampai di situ. Saat berangkat kuliah ke Jayapura, ia tidak dibiayai orangtua.
Demi bertahan hidup, Bahlil pun bekerja serabutan demi mendapat pundi-pundi uang untuk membayar uang kuliah. Ia sempat berjualan koran bahkan menjadi buruh bangunan. Bahlil juga membuka jasa membuat makalah semasa kuliah. Satu makalah yang ditulisnya dihargai Rp10.000.
"Jadi kalau ditanya kapan masa sulit, ya dari usia saya 0 sampai 26 tahun ya itu sulit," tuturnya.
Bertahun-tahun dalam kondisi himpitan ekonomi membuatnya tersadar. Bahlil tak ingin selamanya menghadapi situasi sulit ini. Bekerja sebagai karyawan setamat kuliah tak kehidupannya lebih baik.
"Saya di semester 7 atau 8 itu sudah berpikir, 'Saya nggak mungkin begini terus. Kalau jadi karyawan kapan mengakhiri penderitaan ini'," batinnya saat itu.
Setelah menjadi karyawan, ia sempat menjadi direktur salah satu perusahaan konsultan keuangan. Namun satu setengah tahun kemudian ia memutuskan resign dan merintis perusahaan sendiri.
"Perusahaan itu naik turun juga. Mulai dari kayu, konstruksi, baru di tambang. Menurut saya pengusaha yang hebat itu bukan yang selalu berada di atas. Tapi yang hebat itu adalah pengusaha yang di atas, jatuh tapi bisa bangun lagi," ujar Bahlil.
"Jadi kalau sekarang orang bilang nanti kamu susah, jangan ajari saya tentang penderitaan, karena saya susah udah lama. Jadi kalau suatu saat kembali ke nol itu nggak rugi, itu balik modal," imbuhnya.
Kesuksesan Bahlil Lahadalia tak lepas dari peran dan didikan ayah dan ibunya. Nilai-nilai kehidupan yang mereka tanamkan sejak dini menjadi pedoman Bahlil dalam meraih mimpi.
"Ayah dan ibu saya itu sekalipun mereka sederhana, tapi punya mimpi yg besar untuk anaknya harus sukses kuliah dan menjadi orang. Orang tua saya cuma sampai SMP. Tapi nilai-nilai yang ditanamkan kepada saya dan saudara itu melampaui batas orang-orang yang sekolah," pungkas Bahlil.
Ia mencontohkan sang ayah. Sosok pria tangguh yang dikenalnya pekerja keras dan bertanggung jawab.
"Contoh ayah saya pekerja keras, sakit pun tetap bekerja. Saya tanya kenapa? Dia bilang, 'Jadi ayah, jadi suami itu harus bertanggung jawab," kenang Bahlil.
"Ibu saya sekalipun sehari-hari mencuci pakaian orang, dia bekerja untuk menafkahi anak-anaknya. Itu ajaran yang mengekena ke batin saya. Pengalaman ayah ibu saya adalah sesuatu yang berharga bagi saya," imbuhnya.(nba)
Load more