Secara spesifik, dia menilai industri fesyen dalam negeri dapat dijadikan sebagai pemantik untuk bangkit dari keterpurukan dalam ekonomi syariah melalui sinergi antara industri tekstil dengan berbagai desainer agar mampu memenuhi permintaan fesyen halal di Indonesia maupun global. Ikhtiar ini dilakukan juga untuk mengeluarkan Indonesia dari keadaan de-industrialisasi.
“Dari potensi yang ada, penduduknya besar, alamnya luas dan indah, tingkat religiusitas kita juga cukup baik, cukup tinggi. Survei Giving Index (mencatatkan) kemampuan daya sedekah kita itu juga besar. Inilah hal-hal yang saya kira ke depan perlu kita dorong, sehingga inovasi itu menjadi kunci, sekaligus kita mengatasi de-industrialisasi, kita menyongsong masa depan, apalagi kita tidak ingin terjebak menjadi negara berpenghasilan menengah, kita ingin menjadi negara maju pada tahun 2045.” katanya.
Supaya Indonesia terlepas dari jebakan pendapatan kelas menengah, maka pertumbuhan ekonomi harus mencapai 8 persen dengan penghasilan per kapita 30 ribu dolar AS sebagaimana target tahun 2045.
Apabila pertumbuhan ekonomi mencapai 8 persen dan sinergi ekosistem ekonomi syariah dibentuk dengan negara-negara OKI seperti Brunei dan Malaysia, lanjut dia, tentu peluang menjadi pemimpin ekonomi syariah terbuka besar dan lebar. (vsf)
Load more