Sementara itu, BEI telah menghentikan sementara perdagangan efek SRIL di seluruh pasar sejak 18 Mei 2021, akibat penundaan pembayaran pokok dan bunga MTN Sritex Tahap III Tahun 2018 ke-6.
Karena itu, Nyoman menyebut bahwa SRIL sudah memenuhi kriteria untuk dilakukan delisting, mengingat suspensi efek SRIL telah mencapai 42 bulan.
Sebelumnya, Sritex digugat oleh salah satu debiturnya, CV Prima Karya, yang meminta penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) pada Januari 2022.
Pengadilan Niaga Kota Semarang kemudian mengabulkan gugatan PKPU terhadap PT Sritex dan tiga perusahaan tekstil lainnya.
Seiring waktu, Sritex kembali menghadapi gugatan dari PT Indo Bharat Rayon karena dianggap tidak memenuhi kewajiban pembayaran utang yang sudah disepakati.
Situasi Sritex saat ini memang memerlukan perhatian serius dari semua pihak terkait. Langkah-langkah yang diambil perusahaan tekstil terbesar di Indonesia ini akan sangat menentukan masa depan mereka di bursa. (ant/rpi)
Load more