"Ini salah satu sektor yang sangat penting bagi kita, memperkerjakan jutaan orang, mulai dari hulu sampai hilir. Nah, untuk yang terkait dengan ini, kita sudah melakukan sebenarnya banyak sekali, baik safeguard maupun anti-dumping, baik itu produk tekstil yang dari hulu sampai ke hilirnya," jelasnya.
Ia juga menyebut bahwa salah satu tantangan utama yang dihadapi saat ini adalah persaingan global yang semakin ketat, terutama dengan membanjirnya produk murah dari negara seperti China. Kondisi ini kian mempersulit daya saing produk lokal di pasar dalam negeri.
Adapun melalui siaran pers pada Kamis (7/11), Ketua KPPI Franciska Simanjuntak mengungkapkan, penyelidikan TPP didasarkan pada permohonan Asosiasi Pertekstilan Indonesa (API).
API mengajukan penyelidikan perpanjangan TPP mewakili industri dalam negeri untuk 131 nomor Harmonized System (HS) delapan digit sesuai dengan Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI) Tahun 2022.
Selain itu, keputusan penyelidikan perpanjangan tersebut juga didasarkan pada keputusan pemerintah berdasarkan kepentingan nasional yang menyepakati dimulainya penyelidikan perpanjangan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) produk pakaian dan aksesori pakaian.
“Dari bukti awal permohonan penyelidikan perpanjangan yang disampaikan, KPPI mengindikasikan bahwa masih terjadi kerugian serius atau ancaman kerugian serius yang dialami pemohon, serta belum optimalnya penyesuaian struktural yang baru mencapai 63 persen. Oleh karena itu, pemohon masih membutuhkan waktu tambahan untuk menyelesaikan program penyesuaian struktur," ujar Franciska.
KPPI mencatat, impor utama pakaian dan aksesori pakaian berasal dari beberapa negara, di antaranya China sebesar 35,27 persen, Bangladesh sebesar 16,11 persen, Singapura sebesar 9,25 persen, Vietnam sebesar 9,08 persen, Turki sebesar 5,82 persen, Kamboja sebesar 5,08 persen, India sebesar 4,79 persen, dan Maroko sebesar 3,31 persen.
Load more