Jakarta, tvOnenews.com - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati buka suara prihal alasan negara tetap akan memberlakukan kenaikan tarif pajak pertambahan nilai atau PPN 12 persen.
Selain karena mandat Undang-Undang (UU) sejumlah alasan teknis juga menjadi pertimbangan.
Sri Mulyani menjelaskan penyusunan kebijakan perpajakan dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi di berbagai sektor.
Selain karena wacana PPN 12 persen sudah direncanakan pada 20021 silam, tertuang dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Ada hal lain seperti kondisi perekonomian Indonesia.
"Artinya, ketika kami membuat kebijakan mengenai perpajakan, termasuk PPN ini, bukannya dilakukan dengan membabi buta dan seolah tidak punya afirmasi atau perhatian terhadap sektor lain, seperti kesehatan dan bahkan waktu itu termasuk makanan pokok," ujar Sri Mulyani.
Dia mengatakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) harus dijaga kesehatannya, dan pada saat yang sama, juga mampu berfungsi merespons berbagai krisis.
"Seperti ketika terjadinya krisis keuangan global dan pandemi, itu kami gunakan APBN," tambahnya.
Namun, dalam implementasinya nanti, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan berhati-hati dan berupaya memberikan penjelasan yang baik kepada masyarakat.
"Sudah ada UU-nya. Kami perlu menyiapkan agar itu (PPN 12 persen) bisa dijalankan tapi dengan penjelasan yang baik," tuturnya.
Kebijakan PPN 12 persen termaktub dalam Pasal 7 ayat 1 UU Nomor 7 Tahun 2021 yang disusun oleh Kabinet Indonesia Maju di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Dalam beleid itu, disebutkan bahwa PPN dinaikkan secara bertahap, yakni 11 persen pada 1 April 2022 dan 12 persen pada 1 Januari 2025.
Akan tetapi, belakangan terdapat indikasi pelemahan daya beli masyarakat, yang mendorong banyak pihak meminta pemerintah mengevaluasi kebijakan tersebut.
Para menteri pada kabinet sebelumnya menyerahkan keputusan rencana kenaikan PPN kepada pemerintahan baru. (ant/vsf)
Load more