Jakarta, tvOnenews.com - Pemerintah bersama pihak terkait membentuk Satuan Tugas (Satgas) Jejaring Advokasi Inklusi Keuangan Digital Perempuan. Tujuannya adalah untuk memperkuat serta menyatukan berbagai upaya inklusi yang telah dilakukan oleh setiap sektor, sehingga dapat lebih efektif dan bermanfaat.
Pada peluncuran tersebut, Kemenko Perekonomian bekerja sama dengan Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Bank Indonesia, OJK, KemPPA, Bappenas, dan Women’s World Banking.
Pengenmbangan itu adalah hasil kerjasama antara banyak pihak yang diselenggarakan untuk mempercepat digitalisasi keuangan yang dapat memperluas akses keuangan perempuan sampai ke pedesaan.
Peluncuran ini dipimpin oleh Ferry Irawan, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan di Kemenko Perekonomian, dan Anastuty Kusumawardhani, Kepala Departemen Ekonomi Keuangan Inklusif dan Hijau di Bank Indonesia.
“Perempuan memiliki peran penting untuk mencapai target kepemilikan rekening 80%, karena itu program-program literasi dan edukasi perempuan perlu semakin diperkuat. Keberadaan Satuan Tugas ini menjadi wadah koordinasi, komunikasi sekaligus pemantauan dan evaluasi agar semua pihak yang terlibat dapat belajar dari satu sama lain. Kolaborasi dan inovasi menjadi kunci penting agar kita bisa menghasilkan kebijakan-kebijakan yang lebih berdampak pada inklusi keuangan perempuan,” ujar Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian Ferry Irawan.
Laporan tahun 2023 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI) menunjukkan bahwa proporsi perempuan yang memiliki rekening bank masih lebih rendah (74,3%) dibandingkan dengan laki-laki (78,3%).
Persentase wanita yang menggunakan produk keuangan lebih rendah daripada pria. SNKI telah memilih perempuan dan orang dengan disabilitas sebagai kelompok yang akan dibantu dalam meningkatkan inklusi keuangan.
"Perempuan berperan penting dalam mendukung ekonomi keluarga dan masyarakat. Di Bank Indonesia, kami menegaskan pentingnya pemberdayaan perempuan dalam strategi ekonomi keuangan inklusif," kata Anastuty, Kepala Departemen Ekonomi Keuangan Inklusif dan Hijau Bank Indonesia.
Selain itu, Edwin Nurhadi, Direktur Inklusi Keuangan OJK, juga menyampaikan bahwa layanan keuangan digital memiliki potensi untuk mengubah layanan keuangan menjadi lebih inklusif.
Digitalisasi adalah hal yang sangat penting untuk memastikan semua orang, termasuk perempuan, penyandang disabilitas, dan penduduk desa, dapat memperoleh layanan keuangan.
Dalam diskusi, panelis menekankan pentingnya digitalisasi dalam mengatasi kesenjangan akses dan layanan keuangan antara perempuan dan laki-laki, serta antara pedesaan dan perkotaan.
Christina Maynes dari Women's World Banking menyatakan bahwa masih ada kesenjangan gender di sektor UMKM digital, dengan hanya 44% pelaku UMKM perempuan yang bisa bertahan bisnisnya selama 3-5 tahun.
Pendapatan perempuan yang terlibat dalam UMKM digital juga 22% lebih rendah dibandingkan dengan pendapatan laki-laki. Berdasarkan hal tersebut, Vitasari Anggraeni dari Women’s World Banking menyatakan bahwa digitalisasi UMKM perempuan, termasuk perempuan disabilitas dan perdesaan, akan menjadi fokus utama yang diawasi ke depannya.
“Riset Women’s World Banking menemukan bahwa perempuan di perdesaan menjadi ujung tombak di mana layanan keuangan dapat diperluas. Dengan kolaborasi multipihak, kita bisa mengeksplorasi lebih lanjut aksi-aksi yang tepat untuk mencapai tercapainya inklusi keuangan," kata dia.
Tim Satgas Jejaring Advokasi Inklusi Keuangan Digital Perempuan terdiri dari 24 institusi Pemerintah dan penyedia jasa keuangan. Jejaring ini sudah ada sejak tahun 2022 setelah Women’s World Banking bekerja sama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Melalui jaringan itu, sudah dilakukan berbagai inisiatif seperti meningkatkan pemahaman keuangan bagi perempuan, workshop inklusi disabilitas untuk penyedia layanan keuangan, serta dialog publik lintas Kementerian. (nsp)
Load more