Jakarta, tvonenews.com - Seiring dengan meningkatkan rasio kredit bermasalah di Triwulan II-2024, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta agar perbankan memperketat pengawasan dan monitoring untuk menghindari terjadinya pemburukan kualitas kredit di masa depan.
Dalam Laporan Surveillance Perbankan Indonesia (LSPI) Triwulan II-2024 yang dirilis Senin (18/11/2024), Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae mengungkapkan bahwa secara umum kondisi perbankan masih cukup baik, meski peningkatan nominal kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL).
“Risiko kredit juga terpantau membaik dengan rasio NPL gross yang meningkat menjadi sebesar 2,26 persen dan NPL net sedikit meningkat menjadi 0,78 persen,” jelas Dian Ediana Rae dalam Laporan Surveillance Perbankan Indonesia (LSPI) Triwulan II-2024.
Pada Juni 2024, risiko kredit membaik tecermin dari rasio NPL gross tercatat sebesar 2,26 persen, menurun dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 2,44 persen. Sejalan dengan turunnya NPL gross, NPL net cukup stabil menjadi sebesar 0,78 persen.
Namun, penurunan rasio NPL ini bukan disebabkan oleh penurunan nominal NPL secara umum. Sebaliknya, NPL nominal justru tumbuh 4,33 persen (yoy), meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yang terkontraksi -8,17 persen (yoy). Penurunan rasio NPL gross lebih disebabkan oleh kredit yang tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan NPL.
“Ke depan, tetap perlu diperhatikan risiko perbankan utamanya risiko pasar dan risiko likuiditas di tengah masih tingginya ketidakpastian global seperti risiko ketidakpastian suku bunga, perkembangan ekonomi Tiongkok, serta kenaikan tensi geopolitik yang dapat berpotensi meningkatkan tekanan ekonomi domestik,” jelas Dian.
Lebih lanjut dia menjelaskan, terkait kredit yang direstrukturisasi juga mengalami penurunan dengan jumlah yang relatif kecil yang berubah menjadi NPL. Hal ini sejalan dengan OJK yang senantiasa mengimbau perbankan untuk memperhatikan kualitas pelaksanaan restrukturisasi sekaligus terus mengkaji prospek pemulihan debitur.
Selain itu, perbankan juga didorong untuk meningkatkan daya tahannya melalui penguatan permodalan dan menjaga coverage CKPN (cadangan kerugian penurunan nilai) secara memadai.
Sementara dalam rangka mengukur ketahanan bank, OJK meminta agar bank secara rutin melakukan stress test dan asesmen terhadap kekuatan permodalannya untuk mengukur kemampuannya dalam menyerap potensi penurunan kualitas kredit restrukturisasi.
Kondisi Perbankan
Dalam laporannya, OJK menjelaskan bahwa secara umum, pertumbuhan konsumsi domestik yang melambat juga ditengarai merupakan implikasi dari berakhirnya efek stimulus dari periode Pemilihan Umum (Pemilu) dan Ramadhan serta diikuti oleh kondisi pasar tenaga kerja yang belum pulih sepenuhnya.
Ekonomi domestik yang tetap kuat juga tercermin pada indikator perbankan di triwulan II-2024 sebagaimana terlihat pada pertumbuhan kredit (bank umum) yang masih cukup baik yaitu sebesar 12,36 persen (yoy), meningkat dari periode yang sama tahun sebelumnya (7,76 persen, yoy).
Pertumbuhan kredit tersebut dipengaruhi oleh meningkatnya permintaan dari segmen korporasi yang baik sejalan dengan penjualan yang baik dan kemampuan bayar yang kuat. Di sisi lain, DPK juga masih tumbuh yaitu sebesar 8,45 persen (yoy) meningkat dari tahun sebelumnya (5,79 persen, yoy) sehingga menjadi salah satu faktor pendorong terjaganya likuiditas perbankan.
“Dalam situasi demikian, kondisi likuditas bank umum terpantau masih cukup memadai sebagaimana tecermin dari rasio AL/NCD dan AL/DPK masing-masing sebesar 112,33 persen dan 25,37 persen, jauh di atas threshold masing-masing 50 persen dan 10 persen,” sebut Dian Ediana Rae.
Sementara tingkat permodalan juga cukup solid dengan CAR sebesar 26,09 persen meskipun menurun dari tahun sebelumnya didorong oleh pertumbuhan ATMR yang tumbuh 9,91 persen (yoy), sejalan dengan pertumbuhan kredit, dan melampaui pertumbuhan modal.
Sejalan dengan kinerja bank umum, kinerja BPR dan BPRS juga cukup baik kendati pertumbuhan kredit/pembiayaan serta DPK relatif melambat dibandingkan tahun sebelumnya. Rasio permodalan juga masih cukup solid dengan CAR BPR dan BPRS masing-masing sebesar 31,75 persen dan 23,09 persen. (hsb)
Load more