“Insentif yang diberikan adalah pembudidaya lobster diberi kesempatan untuk menjual BBL untuk dibudidayakan di luar negeri. Tapi dari jumlah BBL yang ditangkap untuk budidaya, 0,01% dikembalikan lagi ke alam sesuai dengan persentasi survival rate BBL di alam. Jadi setiap penangkapan BBL 10.000 ekor wajib melepasliarkan satu ekor lobster siap bertelur. Kewajiban pelepasliaran ini yang harus diawasi dan dikendalikan, sehingga sumberdaya lobster tetap terjaga,” ujarnya.
Sebagai informasi, tim peneliti Fikom Unpad yang dipimpin Kunto Adi Wibowo melakukan penelitian di tiga sentra penangkapan BBL yaitu Kabupaten Pesisir Barat, Provinsi Lampung, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Lombok Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan melibatkan 400 responden. Penelitian dilakukan melalui wawancara tatap muka dalam rentang waktu antara 8-19 Oktober 2024 dan tingkat kesalahan atau margin of error sebesar 4,9% pada tingkat kepercayaan 95%.
Hasilnya sebanyak 87,6% responden menyatakan dukungan atas kebijakan pengelolaan BBL. Hasil penelitian menunjukkan ada tiga hal utama yang membuat para nelayan lobster mendukung kebijakan itu, yaitu adanya peningkatan pendapatan, ketersediaan lobster di alam dan kemudahan untuk mendapatkan benih. (rpi)
Load more