Jakarta, tvonenews.com - Utang pemerintah per 31 Oktober 2024 atau di awal masa pemerintah Presiden Prabowo Subianto naik menjadi Rp8.560,36 triliun. Nilai utang itu naik sekitar 1,02% dibanding September 2024 sebesar Rp8.473,90 triliun.
"Rasio utang per akhir Oktober 2024 yang tercatat 38,66 persen terhadap PDB, tetap konsisten terjaga di bawah batas aman 60 persen PDB sesuai UU Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara," tulis Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dalam dokumen APBN Kita, Kamis (28/11/2024).
Komposisi utang per akhir Oktober 2024 itu terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) senilai Rp7.550,70 triliun, dan pinjaman sebesar Rp1.009,66 triliun.
Untuk SBN, terdiri dari dominasi penerbitan utang secara domestik yang mencapai Rp6.606,68 triliun, dan SBN valuta asing atau valas senilai Rp944,02 triliun.
Khusus untuk pinjaman, terdiri dari pinjaman dalam negeri yang sebesar Rp42,25 triliun, lalu pinjaman dari luar negeri yang mendominasi, yakni mencapai Rp967,41 triliun.
Pinjaman luar negeri terdiri dari pinjaman bilateral Rp 263,33 triliun, multilateral Rp 571,7 triliun, dan commercial banks Rp 132,61 triliun.
Dalam dokumen tersebut, disebutkan bahwa profil jatuh tempo utang pemerintah terhitung cukup aman dengan rata rata tertimbang jatuh tempo (average time maturity/ATM) selama 8,02 tahun.
Sementara itu, risiko tingkat bunga dan risiko nilai tukar juga terkendali 80,2 persen total utang menggunakan suku bunga tetap (fixed rate) dan 72,1 persen total utang dalam Rupiah.
"Hal ini selaras dengan kebijakan umum pembiayaan utang untuk mengoptimalkan sumber pembiayaan dalam negeri dan memanfaatkan utang luar negeri sebagai pelengkap," tulis Kemenkeu.
Berdasarkan instrumen, komposisi utang pemerintah sebagian besar berupa SBN yang mencapai 88,21 persen. Terdiri dari kepemilikan SBN domestik didominasi oleh investor dalam negeri dengan porsi kepemilikan 85,02 persen.
Untuk asing hanya memiliki SBN domestik sekitar 14,98 persen termasuk kepemilikan oleh pemerintah dan bank sentral asing.
Lembaga keuangan domestik memegang kepemilikan SBN 41,3 persen, terdiri atas perbankan 19,3 persen, perusahaan asuransi dan dana pensiun 18,8 persen, serta reksadana 3,2 persen.
Kepemilikan SBN domestik oleh Bank Indonesia sekitar 24,7 persen yang antara lain digunakan sebagai instrumen pengelolaan moneter.
"Sisa kepemilikan SBN domestik dipegang oleh institusi domestik lainnya untuk memenuhi kebutuhan investasi dan pengelolaan keuangan institusi bersangkutan," tulis Kemenkeu. (nba)
Load more