Jakarta, tvOnenews.com - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memaparkan kekhawatirannya terkait dampak ekonomi yang akan terjadi atas terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS).
Sri Mulyani cemas jika arah kebijakan Donald Trump kemungkinan besar akan lebih akseleratif dibandingkan masa jabatan sebelumnya, di mana nantinya akan memberikan implikasi signifikan terhadap ekonomi global, termasuk untuk Indonesia.
Hal itu sempat dipaparkan Sri Mulyani saat Konferensi Pers APBN KiTa edisi Desember beberapa waktu lalu.
"Kita tidak bisa mengharapkan dari sisi politik global ini akan membaik, Amerika dengan terpilihnya Presiden Trump itu akan menimbulkan dinamika terhadap arah kebijakan," ujar Sri Mulyani, dikutip Sabtu (14/12/2024).
Dari sisi APBN, Sri Mulyani memandang bahwa di satu sisi Donald Trump mungkin akan populis dalam hal memotong pajak korporasi. Selain itu, Trump juga akan memotong banyak sekali benefit-benefit yang akan dinikmati oleh masyarakatnya, sehingga dari sisi fiscal balance-nya juga masih remain to be seen.
Secara umum, ada 4 poin dampak ekonomi dan politik yang akan dirasakan global atas kemenangan Donald Trump di pemilu AS. Hal ini diprediksi akan menciptakan tekanan ekonomi di berbagai negara, terutama negara berkembang (emerging markets).
Pada grafik yang dipaparkan oleh Menkeu RI, tampak bahwa pergerakan indeks Dolar AS (USD Index) yang terus meningkat setelah kemenangan Trump. Hal ini menunjukkan bahwa Dolar AS terus semakin lebih kuat dibandingkan mata uang utama lainnya di dunia.
Akibatnya, nilai tukar beberapa mata uang terhadap Dolar AS yang mengalami pelemahan, seperti Rupiah Indonesia (IDR), Peso Filipina (PHP), dan Rupee India (INR). Rupiah terlihat melemah sebesar -3,48% dalam periode yang dianalisis.
Penguatan Dolar AS tentunya memberikan tekanan pada nilai tukar mata uang negara berkembang, termasuk Indonesia.
2. Kenaikan Yield US Treasury
Sri Mulyani juga menjelaskan ada kenaikan tajam yield obligasi pemerintah AS (dalam 10 tahun) setelah kemenangan Trump. Kenaikan yield tersebut mencerminkan ekspektasi pasar terhadap kebijakan fiskal yang lebih ketat dan potensi kenaikan suku bunga oleh Federal Reserve.
Kenaikan US Treasury bakal memberikan pengaruh besar pada suku bunga global dan meningkatkan biaya pinjaman bagi negara berkembang.
"Nilai tukar Rupiah melemah 2,80% ytd per (9/12), sementara yield SBN kembali dalam tren meningkat sejak akhir Oktober 2024 di tengah volatilitas global yang tinggi. Yield SBN meningkat sebesar 45 bps secara ytd (per 9/12)," ujar Sri Mulyani.
3. Capital Flow ke Indonesia
Selain itu, Sri Mulyani juga memaparkan data pergerakan modal asing yang masuk dan keluar dari Indonesia. Berdasarkan kesimpulannya, ada indikasi bahwa pasca kemenangan Trump, aliran modal keluar dari pasar negara berkembang termasuk Indonesia menjadi lebih besar. Penurunan signifikan dalam aliran modal asing terlihat, khususnya pada pasar obligasi negara dan saham.
"Aliran modal asing mencatatkan outflow selama bulan November (8,64 T) dan berlanjut hingga Desember 2024, secara ytd, aliran modal asing masih mencatatkan net inflow dengan nilai total sebesar Rp232,62 T, terdiri dari net inflow SBN Rp92,53 T (29/11), saham Rp52,61 T (29/11), dan SRBI Rp181,53 T (29/11)," imbuh Sri Mulyani.
4. Meningkatnya Ketegangan Global
Sri Mulyani menyoroti, kebijakan tarif tinggi yang diusulkan Trump, termasuk ancaman tarif 100 persen untuk negara anggota BRICS dan kenaikan tarif sebesar 60 persen pada produk China, berpotensi meningkatkan ketegangan geopolitik dan disrupsi rantai pasok global.
"Kemudian dari sisi politiknya terhadap imigrasi, terhadap konflik antara Rusia dengan negara lain maupun komitmen AS terhadap climate change juga akan berubah,” tegas Menkeu RI. (rpi)
Load more