Jakarta, tvOnenews.com - Kebijakan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen yang akan mulai diterapkan per 1 Januari 2025 mendapatkan banyak penolakan dari masyarakat.
Meski pemerintah menyatakan PPN 12% hanya akan dikenakan untuk barang/jasa mewah, tetapi hal itu tetap dinilai akan memberikan dampak signifikan terhadap masyarakat, khususnya kelas pekerja atau buruh.
Pasalnya, naiknya PPN menjadi 12 persen dinilai akan menimbulkan efek domino dan mempengaruhi kenaikan harga barang dan jasa yang dikonsumsi publik secara umum.
Kenaikan pajak pada barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat, akan membuat harga barang dan jasa juga ikut naik.
Hal itu secara tidak langsung akan mempengaruhi daya beli buruh, terutama bagi yang memiliki penghasilan tetap seperti UMP atau UMR.
Sebab, pekerja dengan upah minimum harus mengeluarkan lebih banyak uang untuk membeli barang-barang yang sama.
Mengutip dari riset Center of Economics and Law Studies (Celios), kelas pekerja atau buruh menjadi salah satu pihak yang akan merasakan dampak signifikan dari PPN 12 persen.
"Bagi buruh dengan gaji Rp5 juta per bulan, pengeluaran per bulan meningkat hingga Rp357 ribu," tulis Celios dalam risetnya, dikutip Minggu (20/12/2024).
Untuk melihat gambaran apakah PPN 12 persen akan membuat boncos masyarakat kelas bawah atau tidak, Celios juga memaparkan simulasi kenaikan beban yang akan ditanggung oleh pekerja atau buruj.
Sebagai contoh, buruh dengan gaji sebesar Rp5.000.000 per bulan dan memiliki pengeluaran bulanan tetap sekitar Rp4.500.000 untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, transportasi, dan kebutuhan lainnya, akan merasakan dampak dari kenaikan tarif PPN.
Guna melihat dampak PPN dan inflasi, maka dapat dihitung perubahan pengeluaran bulanan buruh.
Dengan kenaikan tarif PPN sebesar 1 persen (dari 11% menjadi 12%), maka asumsinya harga barang dan jasa yang mereka konsumsi akan naik sebesar 1% persen juga.
Kenaikan tersebut menambah pengeluaran sebesar Rp45.000, yang dihitung sebagai 1 persen dari Rp4.500.000.
Maka setelah kenaikan tarif PPN, pengeluaran bulanan buruh atau pekerja akan menjadi Rp4.545.000.
"Selain kenaikan tarif PPN, dampak inflasi yang disebabkan penyesuaian harga barang dan jasa bisa sebesar 4,1 persen," terang Celios.
Apabila menghabiskan Rp4.500.000 untuk pemenuhan kebutuhan dasar setiap bulan, maka apabila angka inflasi 4,1 persen, pengeluaran mereka akan meningkat sebesar Rp184.500 (4,1% dari Rp4.500.000).
Setelah dampak inflasi, pengeluaran bulanan pekerja dengan upah minimum Rp5 juta akan menjadi Rp4.729.500.
Berdasarkan hitungan tersebut, bisa dilihat bahwa buruh akan mengalami peningkatan pengeluaran bulanan sebesar Rp229.500, yang terdiri dari Rp45.000 akibat kenaikan PPN dan Rp184.500 akibat inflasi.
Sehingga, total dampak kenaikan PPN dan inflasi terhadap pengeluaran buruh selama satu tahun adalah 2.754.000.
Dampak tersebut bakal bisa mengurangi daya beli buruh atau pekerja yang penghasilannya sebesar UMR.
Sebab, mereka mungkin perlu kembali melakukan penyesuaian anggaran bulanan dengan mengurangi konsumsi barang tertentu, termasuk makanan atau terjebak pada pinjaman online.
Hasil riset dan perhitungan tersebut, ada tantangan besar yang perlu diperhatikan pemerintah, terutama soal kelas bawah dengan penghasilan terbatas. (rpi)
Load more