Jakarta, tvOnenews.com - Jelang berlakukanya PPN 12% mulai 1 Januari 2025 mendatang, pro dan kontra mengenai Pajak Pertambahan Nilai yang naik 1% masih juga hangat.
Pasalnya, kenaikan PPN menjadi 12% itu dinilai diterapkan pada waktu yang tidak tepat, khususnya karena sedang banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK).
Berdasarkan data dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), jumlah dari bulan Januari hingga Desember 2024 ini mencapai 80.000.
Angka ini bahkan berpotensi akan terus bertambah di tahun 2025, mengingat lesunya sejumlah sektor industri.
Terkait hal tersebut, pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menegaskan bahwa kenaikan PPN mulai Januari nanti dilakukan di waktu yang sudah pas.
Soal PHK, Kemenkeu menegaskan bahwah hal itu terjadi bukan karena menurunnya daya beli atau karena PPN.
"Ketika daya beli terjaga, maka permintaan terhadap barang dan jasa terjaga. PHK saat ini banyak disebabkan oleh permintaan ke penyedia barang lain bukan karena berkurangnya daya beli," kata Kemenkeu dalam keterangan tertulisnya, Minggu (29/12/2024).
Pemberlakuan kebijakan PPN 12% diputuskan Pemerintah dan DPR dengan mempertahankan prinsip keadilan.
Penerapannya adalah dengan membebaskan PPN pada sejumlah kebutuhan pokok seperti beras, telur, dan daging.
Total, pemerintah sudah siapkan proyeksi insentif PPN dibebaskan yang sebesar Rp265,6 triliun pada tahun 2025.
Hal ini agar dampak kenaikan PPN tidak membebani masyarakat, terutama masyarakat yang kelas menengah ke bawah yang berpenghasilan rendah.
"Dulu kebijakannya efektif meredam dampak pandemi. Fungsi APPBN memang untuk stabilitas ekonomi. Apresiasi kepada pemerintah karena kebijakan seperti ini diadakan lagi. Ini menunjukkan keberpihakan pemerintah, bahkan kepada kaum menengah," tambah keterangan Kemenkeu. (rpi)
Load more