Jakarta, tvOnenews.com - Penerapan Pajak Pertambahan Nila atau PPN 12% mulai 1 Januari 2025 sampai saat ini masih menuai perdebatan publik.
Apalagi, tidak sedikit yang membandingkan dengan tarif PPN Vietnam justru akan diturunkan menjadi 8%, dari yang sebelumnya 10%.
Dua negara ASEAN ini memang memiliki pendekatan yang berbeda pungutan perpajakan.
Tetapi yang perlu dipahami mengenai tarif PPN, nyatanya Vietnam secara keseluruhan memungut lebih banyak pajak warganya.
Indonesia menetapkan tarif PPN single rate sebesar 12%, tetapi dengan pengecualian untuk barang dan jasa kebutuhan pokok, seperti bahan makanan, pendidikan, dan kesehatan, yang dibebaskan dari PPN alias 0%.
Sementara, Vietnam bahkan masih menerapkan PPN 5% yang berlaku untuk barang dan jasa esensial seperti air bersih, bahan makanan, pakan ternak, dan perumahan rakyat.
Oleh karena itu, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menegaskan bahwa Indonesia lebih pro rakyat jika dibandingkan dengan Vietnam dalam hal pemungutan pajak.
"Bahan makanan pokok di Indonesia sepenuhnya bebas PPN, sementara di Vietnam dikenakan tarif 5%. Jelas kebijakan PPN Indonesia pro rakyat dan lebih mendorong daya saing," kata Kemenkeu dalam keterangan tertulis, Senin (30/12/2024).
PPN 12% di Indonesia hanya dikenakan pada barang dan jasa yang dikategorikan mewah dan dikonsumsi masyarakat mampu atau kelompok makanan berharga premium, layanan rumah sakit kelas VIP, dan pendidikan yang berstandar internasional yang berbayar mahal.
Pemberlakuan PPN ini diputuskan Pemerintah dan DPR dengan mempertahankan prinsip keadilan.
Kenaikan PPN sebesar 1 persen ini juga tidak menyasar pada sejumlah kebutuhan pokok seperti beras, telur, dan daging.
Ditambah, pemerintah sudah siapkan proyeksi insentif PPN dibebaskan yang sebesar Rp265,6 triliun pada tahun 2025.
Hal ini agar jika ada dampak kenaikan PPN, masyarakat yang kelas menengah ke bawah dan berpenghasilan rendah tidak terbebani.
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menilai bahwa tarif PPN Indonesia masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan negara-negara lain, baik di kawasan regional maupun di tingkat G20.
Sri Mulyani menyampaikan hal tersebut saat konferensi pers Paket Kebijakan Ekonomi: Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi Inklusif & Berkelanjutan, yang digelar di Gedung Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Jakarta, 16 Desember 2024 lalu.
“Kalau kita lihat baik di dalam negara-negara yang sama emerging atau dengan negara di region, maupun dalam G20,” kata Sri Mulyani.
Ia memaparkan, beberapa negara dengan ekonomi serupa memiliki tarif PPN dan rasio pajak (tax ratio) yang lebih tinggi dibandingkan Indonesia.
Misalnya, Brasil menetapkan tarif PPN sebesar 17% dengan tax ratio mencapai 24,67%.
Afrika Selatan memberlakukan tarif PPN sebesar 15% dengan tax ratio 21,4%, sementara India memiliki tarif PPN 18% dengan tax ratio 17,3 persen.
“Kemudian Turki 20 persen PPN-nya dengan tax ratio 16 persen. (PPN) 12 persen itu ada Filipina dengan tax ratio mereka sudah di 15,6 persen. Dan Meksiko PPN-nya 16 persen, tax ratio mereka di 14,46 persen,” papar Menkeu. (rpi)
Load more