Bursa saham regional Asia sore ini antara lain, indeks Nikkei melemah 386,62 poin atau 0,00 persen ke level 39.894,54, indeks Shanghai melemah 89,20 poin atau 2,66 persen ke posisi 3.793,57, indeks Kuala Lumpur melemah 9,46 poin atau 0,58 persen ke posisi 1.632,87, dan indeks Straits Times menguat 5,97 poin atau 0,16 persen ke 3.793,57.
"Indeks saham di kawasan Asia akan terus berada di bawah tekanan, paling tidak hingga akhir kuartal I-2025. Investor melihat kebijakan America First akan mendongkrak pertumbuhan dan tingkat inflasi di Amerika Serikat (AS), menopang nilai tukar dolar AS serta membatasi ruang bagi bank sentral di Asia untuk memangkas suku bunga," sebut Tim Riset Phillip Sekuritas Indonesia dalam kajiannya.
Investor memandang kinerja indeks saham di Asia tidak akan mengalahkan kinerja indeks saham di AS dalam waktu dekat, meskipun valuasi saham di Asia yang sudah sangat murah dibandingkan dengan valuasi saham di AS.
Investor cenderung fokus pada perusahaan-perusahaan dengan aliran kas yang kuat dan neraca yang sehat, karena perusahaan seperti ini lebih mampu menghadapi situasi di mana suku bunga akan tetap tinggi untuk waktu yang lebih lama, serta juga menyesuaikan diri dengan kebijakan tarif perdagangan yang baru di AS.
Dari sisi makroekonomi, data Manufacturng PMI Korea Selatan turun ke level 49,0 pada Desember 2024, dari sebelumnya 50,6 pada November 2024, yang menandakan kontraksi ketiga dalam empat bulan terakhir dan merefleksikan masih lemahnya sektor manufaktur Korea Selatan.
Perhitungan akhir (final) data Judo Bank Manufacturing PMI Australia turun ke level 47,8 pada Desember 2024 dari level 49,4 pada November 2024, dan lebih buruk dari perhitungan awal 48,2, yang menandakan pemburukan kondisi di sektor manufaktur selama sebelas bulan beruntun.
Dari dalam negeri, data S&P Global Manufacturing PMI Indonesia melompat ke level 51,2 pada Desember 2024 dari level 49,6 pada bulan sebelumnya, yang merupakan pertumbuhan pertama di sektor manufaktur sejak Juni 2024. (ant/vsf)
Load more