Selanjutnya dengan tawaran ini, korban tertarik dan ikut berinvestasi. Kemudian awalnya korban diberikan keuntungan sesuai yang dijanjikan, namun pada transaksi berikutnya tidak lagi sesuai dengan yang diberikan tersangka.
"Tentunya korban-korban awal yang ikut investasi awal dapat keuntungan, skema ponzi seperti itu. Dapat keuntungannya bukan dari bisnis yang dijalankan, tetapi dari uang member berikutnya, itu diputer lagi. Jadi member terakhir tidak akan pernah dapat keuntungan," jelas Ade Ary.
Sementara itu Ade Ary menyebutkan dari aksi ini, pelaku meraup keuntungan dari para korban mulai dari Rp50 ribu hingga Rp2 juta.
Adapun modus pelaku melakukan penipuan ini untuk keperluan pribadi. Pasalnya pelaku menggunakan uangnya untuk membeli mobil hingga membuka usaha laundry.
"Tersangka menggunakan dana investor yang masuk untuk keperluan pribadi dan kegiatan investasi pengumpulan dana dari masyarakat ini tidak memiliki izin dari Bappebti (Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi) dan OJK (Otoritas Jasa Keuangan)," tegas Ade Ary.
Kemudian atas perbuatannya tersebut, pelaku dijerat dengan pasal berlapis yakni dengan Pasal 45 A ayat (1) juncto Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 Tahun dan/atau denda Rp1.000.000.000.
Kemudian Pasal 378, KUHP, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, dengan pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00. (ars/rpi)
Load more