Jakarta, tvOnenews.com - Center of Economic and Law Studies (Celios) menyarankan pemerintah untuk memperkuat pengembangan fasilitas pengolahan mineral kritis di dalam negeri guna melindungi ekosistem baterai kendaraan listrik (battery electric vehicle/BEV).
Hal ini diperlukan sebagai respons terhadap kebijakan pencabutan mandat penggunaan kendaraan listrik (EV) di Amerika Serikat.
Fasilitas yang dimaksud meliputi pembangunan pabrik pengolahan precursor, material katoda, dan baterai ion lithium. Menurut Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira, Indonesia harus memanfaatkan potensi mineral kritis untuk mendukung kebutuhan Battery Energy Storage System (BESS) yang relevan dengan target energi baru terbarukan sebesar 71 gigawatt.
Bhima juga menyoroti perlunya penutupan celah dalam rantai pasok kendaraan listrik di Indonesia, khususnya antara industri hulu (smelter) dan industri hilir (perakitan kendaraan). Saat ini, meskipun jumlah smelter cukup banyak dan industri perakitan kendaraan listrik mulai berkembang, investasi pada industri antara masih terbatas.
"Smelter sudah banyak, perakitan EV mulai berjalan, tapi di tengahnya belum banyak investasi yang masuk," tambahnya.
Bhima mengungkapkan, kebijakan Presiden AS Donald Trump yang mencabut mandat penggunaan EV di negaranya berpotensi memberikan empat dampak besar terhadap pengembangan ekosistem EV di Indonesia:
Penurunan Permintaan Mineral Kritis: Kebutuhan bahan baku baterai kendaraan listrik diprediksi menurun.
Berkurangnya Minat Investor AS: Investor asal Amerika Serikat mungkin akan berpaling.
Risiko Macetnya Pembiayaan Internasional: Kebijakan ini dapat mempersulit aliran pembiayaan global untuk proyek terkait EV.
Dominasi Perusahaan China: Hilirisasi nikel di Indonesia berpotensi semakin didominasi oleh perusahaan asal China.
Langkah strategis dalam pengembangan fasilitas mineral kritis dan investasi pada rantai pasok EV menjadi kunci untuk menjaga daya saing Indonesia di pasar baterai dan kendaraan listrik global. (ant/nsp)
Load more