Jakarta, tvOnenews.com - Dampak dan manfaat dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dijalankan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, baru bisa dirasakan Indonesia dalam jangka panjang.
Hal itu sebagaimana disampaikan oleh peneliti Pusat Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Riza Annisa Pujarama
Menurutnya, butuh waktu untuk melihat bagaimana program ini benar-benar mempengaruhi masyarakat secara keseluruhan.
"Manfaat dari Makan Bergizi Gratis (MBG) ini akan diketahui dari jangka panjangnya," ujar Annisa pada diskusi publik secara virtual di Jakarta, Rabu (29/1/2025).
Dalam jangka pendek, salah satu efek positif dari program ini adalah peningkatan kehadiran siswa di sekolah.
Lewat asupan makanan bergizi yang lebih baik, diharapkan anak-anak bisa lebih fokus dalam belajar dan mendapatkan manfaat pendidikan yang lebih optimal.
Sementara dari sisi peningkatan gizi dan upaya pencegahan stunting, khususnya bagi ibu hamil, efeknya baru bisa terlihat dalam jangka panjang.
Perubahan pola makan yang lebih sehat melalui program ini diharapkan dapat membawa dampak besar pada generasi mendatang.
"Ini hanya bisa dilihat bukan dari jangka pendek, apalagi untuk melihat manfaatnya terhadap stunting untuk ibu hamil ketika anaknya lahir. Ini jangka panjang berarti output yang dihasilkannya," kata dia.
Tahapan implementasi MBG tahun 2025 terbagi dalam tiga periode. Pada Januari-April, program ini ditargetkan menyasar 3 juta penerima manfaat dengan 937 unit Satuan Pemenuhan Pelayanan Gizi (SPPG).
Jumlah ini meningkat menjadi 6 juta penerima manfaat dan 2.000 unit SPPG pada periode April-Agustus. Kemudian, pada Agustus-Desember, targetnya mencapai 15-17,5 juta penerima manfaat dengan 5.000 unit SPPG.
Annisa juga menyoroti besarnya anggaran yang dibutuhkan untuk menjalankan program ini. Dengan kondisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 yang ketat, pemerintah harus benar-benar memperhitungkan sumber pendanaan yang tersedia.
Terlebih, APBN 2025 harus menanggung beban pembayaran utang yang jatuh tempo dan bunga yang meningkat drastis hingga Rp1.353,2 triliun.
Ini menjadi tantangan berat, mengingat penerimaan pajak negara masih terbatas dan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) cenderung melambat.
Sebagaimana diketahui, anggaran program MBG dalam APBN 2025 akhirnya disepakati sebesar Rp71 triliun. Namun, angka ini masih berpotensi meningkat seiring perkembangan jumlah penerima manfaat.
Jika target penerima manfaat mencapai 82,9 juta jiwa, maka kebutuhan dana program ini diperkirakan mencapai Rp215,54 triliun, belum termasuk biaya operasional dan faktor lainnya.
"Angka ini sekitar Rp215 triliun ini tentu sangat besar untuk APBN, karena di APBN 2025 itu angkanya lebih besar dari belanja modal yang hanya Rp190 triliun. Kemudian juga lebih besar dari belanja bantuan sosial yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat," ujar Annisa.
Untuk menutupi kebutuhan anggaran sebesar itu, pemerintah dapat mengalokasikan dana dari pos belanja lain yang cukup besar di APBN 2025, yakni 21,46%.
Pemerintah sendiri telah merencanakan belanja lainnya untuk berbagai kebutuhan, termasuk bantuan kemasyarakatan Presiden dan Wakil Presiden, belanja operasional lembaga yang belum memiliki bagian anggaran sendiri, mitigasi risiko fiskal, ketahanan pangan, serta pembayaran kewajiban pemerintah.
"Jadi sebenarnya anggaran dari MBG dan tambahan anggaran yang diajukan oleh kementerian mungkin bisa dari sini, tapi mungkin hanya sedikit yang bisa diberikan untuk program-program itu," katanya.
Annisa juga menyarankan pemerintah untuk menggandeng pihak swasta dan lembaga filantropi guna meringankan beban APBN.
Selain itu, integrasi program MBG dengan inisiatif lain yang sejalan, seperti program penurunan stunting dan peningkatan kesehatan serta pendidikan, bisa menjadi solusi efektif.
Untuk itu, perlu ada kolaborasi antarkementerian dan lembaga karena masing-masing kementerian, seperti misalnya Kementerian Kesehatan, itu kan ada program untuk pemberian nutrisi pada balita, untuk ibu hamil.
"Hal-hal seperti itu sebenarnya bisa dikolaborasikan. Atau misalnya bantuan-bantuan sosial lain yang diperuntukkan hal yang sama, misalnya bantuan pangan untuk pendidikan, supaya anaknya bisa makan, ada PKH (Program Keluarga Harapan) dan segala macam. Jadi, perlu ada dirunut lagi program-programnya dan apa yang bisa dielaborasikan untuk menambah pembiayaan dari MBG ini," jelasnya.
Meskipun program MBG mungkin akan membawa manfaat besar bagi masyarakat, pemerintah tetap perlu mempertimbangkan dengan matang keberlanjutannya. Menghadapi tantangan anggaran yang besar, kolaborasi dengan berbagai pihak serta integrasi dengan program lain diperlukan agar manfaat MBG benar-benar bisa dirasakan dalam jangka panjang. (ant/rpi)
Load more