Jakarta, tvOnenews.com - Ekonom sekaligus Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, mengungkapkan bahwa pelaku pasar merespons negatif terhadap sinyal hawkish dari bank sentral Amerika Serikat (AS), The Fed, yang diperkirakan akan berlanjut pada 2025.
Nafan menjelaskan bahwa sikap The Fed tersebut sejalan dengan kenaikan harga serta kondisi ketenagakerjaan di AS.
"Kondisi ini telah memberikan tekanan terhadap inflasi AS selama tiga bulan terakhir," ujarnya saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Kamis.
"Inflasi AS telah meningkat mendekati 3 persen dari sebelumnya 2,4 persen pada September 2024, ketika The Fed terakhir kali melonggarkan kebijakan moneternya," tambahnya.
Selain itu, Nafan menyoroti kebijakan ekonomi Presiden AS Donald Trump terkait pajak impor yang akan dibebankan kepada konsumen, yang turut menekan inflasi.
“Kebijakan ekonomi Trump ini menimbulkan ketidakpastian, yang tercermin dari volatilitas pasar obligasi,” jelasnya.
Di sisi lain, Nafan mencatat bahwa penghentian sementara pemangkasan suku bunga oleh The Fed terjadi saat Donald Trump mendesak Jerome Powell untuk terus menurunkan suku bunga guna mendorong pertumbuhan ekonomi AS.
"Hal ini berpotensi menghidupkan kembali ketegangan antara Gedung Putih dan The Fed, seperti yang terjadi pada masa jabatan pertama Trump," tambahnya.
Dengan meningkatnya tekanan inflasi di AS, Nafan menjelaskan bahwa volatilitas pasar obligasi semakin meningkat, yang berdampak pada pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Sebagai respons terhadap melemahnya rupiah, Bank Indonesia (BI) pada Desember 2024 cenderung menahan diri untuk melonggarkan kebijakan moneternya.
"Dibandingkan The Fed yang telah menerapkan kebijakan moneter pada Desember 2024, inilah yang menyebabkan pasar kita mengalami depresiasi pada November dan Desember 2024," pungkas Nafan. (ant/nsp)
Load more