Jakarta, tvOnenews.com - Pemerintah Indonesia sebelumnya mengumumkan bahwa Uni Emirat Arab (UEA) berencana menanamkan investasi di Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur.
Suhail menambahkan bahwa meskipun pemerintah Indonesia menawarkan banyak proyek, UEA lebih tertarik untuk membangun kemitraan strategis yang bernilai jangka panjang, bukan sekadar investasi biasa.
Ia mencontohkan investasi UEA di PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO), yang tidak hanya memberikan manfaat bagi perusahaan tetapi juga meningkatkan keuntungan bagi para pemegang saham di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Sebelumnya, Basuki Hadimuljono, yang saat itu menjabat sebagai Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), mengungkapkan bahwa Masdar—perusahaan energi asal Abu Dhabi, UEA—berminat untuk berinvestasi dalam proyek energi hijau di IKN.
Masdar berencana mengembangkan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) terapung di ibu kota baru.
Masdar menargetkan pengembangan proyek pembangkit listrik energi terbarukan berkapasitas 200 MW di IKN, sebagai bagian dari komitmennya dalam membangun energi hijau sebesar 2 GW di Indonesia.
Dengan demikian, meskipun minat investasi UEA di IKN cukup jelas, keputusan final masih menunggu detail proyek yang lebih spesifik serta kesepakatan lebih lanjut antara kedua pihak.
Fatima Al Suwaidi, Head of Business Development Asia-Pacific Masdar, dalam wawancara dengan ANTARA saat menghadiri Abu Dhabi Sustainability Week (ADSW) 2025 di Abu Dhabi, UEA, mengungkapkan bahwa pengembangan energi bersih berkapasitas 200 megawatt di IKN berpotensi mencapai kemajuan signifikan pada akhir 2025.
“Kami berharap pada akhir 2025, struktur rencana pengembangan 200 megawatt di IKN sudah menemui titik terang,” ujar Fatima.
Ia juga menjelaskan bahwa dalam diskusi antara Masdar dan Basuki Hadimuljono, Masdar tidak hanya diminta untuk mengembangkan proyek 200 megawatt, tetapi juga berkontribusi dalam perencanaan energi terbarukan untuk seluruh wilayah IKN.
Namun, Fatima mengakui bahwa diskusi mengenai proyek ini mengalami penundaan akibat pergantian pemerintahan di Indonesia.
“Ada sedikit keterlambatan karena perubahan pemerintahan. Menteri berganti, kabinet juga berubah, sehingga kami menunda diskusi,” pungkasnya. (ant/nsp)
Load more