New York, Amerika Serikat - Harga minyak dunia naik per Selasa dan investor memilih untuk bermain aman, dengan membeli obligasi super aman milik pemerintah Amerika Serikat di tengah terus meningkatnya serangan Rusia di Ukraina.
Pasar saham Amerika Serikat mengalami penurunan sambil para investor menunggu perkembangan situasi di Ukraina yang dapat berdampak pada ekonomi global. Indeks saham S7P turun sebesar 0.7%, Indeks Dow Jones Industrial Average merosot sebesar 337 poin atau 1&, sementara itu Nasdaq anjlok sebesar 5%.
Dampak lebih besar dari invasi Rusia ke Ukraina dirasakan dari sektor perminyakan, komoditas pertanian, dan obligasi pemerintah. Naiknya harga minyak menjadi kekhawatiran utama, karena Rusia adalah salah satu produsen energi terbesar di dunia. Kenaikan harga-harga belakangan ini meningkatkan tekanan terhadap angka inflasti sehingga mengancam rumah tangga di seluruh dunia.
Harga minyak mentah berdasarkan patokan Amerika Serikat naik 6,6% menjadi $101,87 atau mencapai Rp 1.466.403 per barel, harga tertinggi sejak 2014. Minyak mentah Brent, standar internasional, naik 6,6% menjadi $104,44 atau Rp1.503.398.
Invasi Rusia ke Ukraina juga memberikan tekanan yang lebih besar pada harga komoditas pertanian, yang harganya sudah melambung lebih tinggi karena meningkatnya inflasi. Harga gandum dan jagung naik lebih dari 4% per gantang dan sudah naik lebih dari 20% sepanjang tahun ini. Ukraina adalah pengekspor utama kedua tanaman tersebut.
Untuk saat ini investor masih terus berinvestasi dalam bentuk obligasi. Imbal hasil obligasi Pemerintah Amerika Serikat turun menjadi 1.75% dari 1.83% di hari Senin. Namun, saat ini tingkat imbal hasil kembali ke posisi semula di awal Februari sebelum mencapai 2% untuk pertama kali dalam lebih dari dua tahun terakhir.
Invasi Rusia ke Ukraina telah mengguncang pasar dunia serta menambah kekhawatiran penurunan pertumubuhan ekonomi karena meningkatnya inflasi serta rencana bank-bank sentral menaikan suku bunga acuan. Amerika Serikat dan sekutu telah menjatuhkan berbagai sanksi terhadap sektor ekonomi Rusia di tengah peningkatan serangan Rusia ke kota-kota utama di Ukraina.
Nilai tukar mata uang Rubel Rusia anjlok ke level terendah di hari Senin lalu, usai negara-negara barat memblokade akses sejumlah Bank Rusia dari sistem pembayaran global. Di saat yang bersamaan, Kementerian Keuangan Amerika Serikat mengumumkan sanksi tambahan terhadap Bank Sentral Rusia.
Berbagai perusahaan telah mengumumkan rencana untuk mengurangi atau menarik diri dari Rusia, atau untuk menangguhkan operasi di Ukraina karena konflik. Bank sentral Rusia juga telah menaikkan suku bunga utamanya menjadi 20% dari 9,5% dalam upayanya menopang nilai tukar Rubel yang anjlok dan mencegah tergerusnya modal bank. Pasar saham Rusia sendiri masih ditutup pada hari Selasa.
Para Investor masih memantau ketat perkembangan di Ukraina sambil menunggu pengumuman terbaru dari The Fed selaku Bank Sentral AS dan pemerintah AS tentang kebijakan ekonomi. Gubernur Bank Sentral AS Jerome Powell akan berbicara di depan Kongres akhir pekan ini guna memberikan penjelasan mengenai rencana kenaikan suku bunga acuan.
Dalam sebuah laporan pada hari Jumat juga akan menunjukkan apakah kesolidan pasar tenaga kerja AS terus berlanjut di bulan Februari sehingga memudahkan jalan Bank Sentral AS untuk menaikkan suku bunga.(chm)
Load more