New York, Amerika Serikat - Euro jatuh mencapai level terendah terhadap dolar AS sejak Juni 2020 pada akhir perdagangan Selasa (1/2/2022) waktu setempat (Rabu pagi WIB), dan rubel Rusia turun dalam perdagangan yang fluktuatif karena invasi Rusia ke Ukraina meningkat dan harga minyak melonjak.
Indeks dolar AS, yang mengukur greenback terhadap sekeranjang enam mata uang utama lainnya, melonjak dan terakhir naik 0,6 persen, karena investor berbondong-bondong ke taruhan mata uang safe-haven.
Investor cemas atas perkembangan terbaru Ukraina. Rusia memperingatkan penduduk Kyiv untuk meninggalkan rumah mereka, dan komandan Rusia mengubah taktik untuk mengintensifkan pemboman di kota-kota Ukraina.
Minyak berjangka Brent memiliki penutupan tertinggi sejak Agustus 2014 di tengah kekhawatiran kekurangan energi. Kesepakatan global untuk melepaskan cadangan minyak mentah gagal meredakan kekhawatiran tentang gangguan pasokan dari invasi Rusia ke Ukraina.
"Kemungkinan goncangan minyak global gaya 70-an sedang meningkat, dan investor bergerak ke tempat yang aman secepat mungkin," kata Karl Schamotta, kepala strategi pasar di Cambridge Global Payments di Toronto. "Euro berada di garis depan di sini, paling terkena kejutan energi," dengan euro jatuh karena harga minyak dan gas melonjak, katanya.
Invasi Rusia ke Ukraina adalah serangan terbesar terhadap negara Eropa sejak Perang Dunia Kedua, dan telah mengakibatkan sanksi Barat yang mencakup pemutusan beberapa bank Rusia dari jaringan keuangan SWIFT dan membatasi kemampuan Moskow untuk menyebarkan 630 miliar dolar AS cadangan devisanya.
Euro terakhir turun 0,8 persen hari ini di 1,1130 dolar setelah jatuh ke level terendah sejak Juni 2020. Euro juga turun 0,9 persen terhadap yen Jepang.
Analis Morgan Stanley mengatakan dalam sebuah catatan pada Selasa (1/3/2022) bahwa mereka menutup rekomendasi perdagangan untuk posisi long euro terhadap dolar AS, yen, pound dan real Brazil dan "netral pada euro secara keseluruhan."
"Investor yang memiliki aset di Rusia yang akan semakin menantang untuk divestasi berkat kontrol modal dan sanksi yang berkembang dapat melihat opsi lindung nilai. Mata uang yang memiliki korelasi tinggi dengan risiko rubel dapat dilihat sebagai opsi, seperti mata uang di wilayah CEE (Negara-negara anggota UE yang merupakan bagian dari bekas blok Timur)," tulis mereka.
"Kami berpotensi akan melihat untuk memasuki kembali posisi ini dan menegaskan kembali tesis euro-bullish kami di masa depan jika kondisi diperlukan, tetapi, untuk saat ini, kami pikir yang terbaik adalah menjaga risiko terbatas dan mempertahankan modal ketika tema yang lebih jelas muncul."
Rubel Rusia melemah 1,34 persen versus greenback menjadi 110,04 per dolar, menurut data Refinitiv. Dolar turun 0,1 persen terhadap safe-haven yen. Sebelumnya, franc Swiss mencapai level terkuatnya sejak 2015 terhadap euro.
Suku bunga deposito bank sentral Swiss sedikit berubah pada Februari, menunjukkan bank sentral mungkin telah menghentikan upayanya untuk memperlambat apresiasi franc. Sementara itu, Bitcoin naik sekitar 2,3 persen. (ant/ade)
Load more