Selain itu, upah para mitra jauh dari layak lantaran mereka, baik juru antar maupun mitra yang bertugas di loket, hanya dibayar per paket dan bukan berdasarkan upah minimum.
“Sebelah kanan karyawan tetap PT Pos dengan gaji sesuai UMK. Sebelah kiri mitra pos dibayar per paket. Ini nyata-nyata penindasan yang dilegalkan oleh negara,” tegas Iqbal.
Menurutnya, banyak pekerja mitra yang menerima upah di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP) atau Kabupaten/Kota (UMK), sementara perusahaan mendapatkan keuntungan dari sistem bagi hasil yang timpang dan lebih menguntungkan korporasi.
Said membeberkan, jam kerja para mitra juga dinilai sangat tidak manusiawi.
Misalnya, Mitra Oranger Loket diharuskan bekerja minimal 200 jam per bulan. Bila target tak tercapai, dikenakan denda Rp100 per menit.
Bahkan, Mitra Oranger Antaran kerap bekerja lebih dari 11 jam sehari tanpa upah lembur, dan tetap dipaksa masuk di hari libur.
“Ini bukan lagi kemitraan, ini adalah perbudakan modern,” ujarnya.
Lebih lanjut, Said Iqbal juga menyoroti tidak adanya pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) kepada mitra pos.
Load more