Banyuwangi, Jawa Timur - Menjelang arus mudik, para operator kapal yang tergabung dalam Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai dan Penyeberangan (Gapasdap) meminta kenaikan tarif pelayaran. Alasannya, tarif yang diberlakukan saat ini belum mampu memenuhi biaya produksi pelayaran. Salah satunya, biaya perawatan kapal yang terus membengkak seiring naiknya harga dolar.
Tarif penyeberangan terakhir disesuaikan pada 1 Mei 2020. Itupun, niliainya belum menjawab naiknya biaya operasional kapal. Sebab, begitu tarif penyeberangan dinaikkan, biaya industri penyeberangan juga ikut naik.
"Komponen kapal rata-rata harus impor. Jadi, harganya mengikuti kurs dolar. Ini yang memberatkan kami," kata Ketua Gapasdap Jawa Timur, Sunaryo.
Kenaikan onderdil kapal juga memicu naiknya biaya operasional lain. Seperti, sewa galangan kapal dan perawatan peralatan keselamatan kapal. Lalu, biaya lain akibat terjadinya inflasi. Ditambah lagi naiknya Upah Minimum Regional (UMR) pegawai.
"Banyak karyawan perusahaan kapal yang gajinya terlambat akibat naiknya biaya operasional pelayaran ini," keluhnya.
Idealnya, berdasarkan Kepmen Perhubungan RI No. 92 Tahun 2020 dan Permenhub RI No. 66 Tahun 2019, arif dasar yang ditetapkan Menteri dilakukan pengawasan dan evaluasi setiap enam bulan sekali.
"Ini sudah hampir dua tahun sejak 1 Mei 2020 lalu ditetapkan tarif baru, tapi belum ada kenaikan lagi," jelas Sunaryo.
Apalagi, besaran tarif terakhir yang ditetapkan masih jauh dari harapan operator kapal. Sebab, di bawah harga pokok produksi (HPP) pelayaran yang rata-rata sekitar 68 persen. Karena itu, Gapasdap berharap segera ada penyesuaian tarif baru. Jika tidak, operator pelayaran dipastikan tidak bisa maksimal memberikan pelayanan kepada pengguna jasa penyeberangan.
"Tentunya, perbaikan layanan berkaitan dengan biaya yang harus dikeluarkan pengusaha kapal," pungkas Kepala Cabang Perusahaan Dharma Lautan Utama (DLU) yang berkantor di Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi ini. (Happy Oktavia/rey)
Load more