Jakarta - Untuk pemulihan ekonomi global yang lebih kuat, diperlukan sumber ekonomi yang lebih mudah diakses. Karena itu, diperlukan peningkatan pendapatan masyarakat.
Sebagai tuan rumah KTT G20, Indonesia menekankan pentingnya kolaborasi inklusif. Hal itu diungkapkan Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto dalam pidatonya sebagai pembicara kunci pada UI International Conference on G20 Day 2 di Jakarta, Kamis 16 Juni 2022.
Menurut Airlangga, peran dan kolaborasi internasional menjadi lebih substansial. Sementara itu, kepemimpinan multikultural dan organisasi internasional memainkan peran penting dalam memastikan pemulihan global yang inklusif.
“Setiap negara, setiap warga negara termasuk kelompok rentan harus mendapat manfaat dari kebijakan tindakan dan rekomendasi G20,” ujarnya.
Dunia kini tengah menghadapi 5 krisis yang disebut 5C. Pertama Covid-19. Kedua Conflict Ukraina dan Rusia, yang berdampak pada harga energi dan pangan. Ketiga, Climate Change, atau perubahan iklim. Empat, Commodity Prices, terutama harga minyak, metal dan minyak sawit yang mendorong inflasi di berbagai negara. Ke lima, Cost of Living, yang menyebabkan sejumlah negara sulit menyediakan makanan baku dan makanan pokok, seperti di Eropa.
“Semakin banyak negara yang cenderung lebih memproteksi diri untuk memastikan kecukupan di negerinya masing-masing,” kata Airlangga.
Ada 14 negara yang kini memutuskan untuk tidak lagi mengekspor produk-produk bahan pokok seperti ayam dan gula akibat ketidakstabilan rantai pasok, sehingga dunia harus bersiap mengenai potensi swasembada produksi pangan di 2023.
“Kita sepenuhnya menyadari bahwa saat ini sangat diperlukan keseimbangan antarnegara agar tidak ada satupun negara yang tertinggal. Tuntutan Presidensi G20 adalah untuk memobilisasi dan mengerahkan upaya dan tindakan global,” ujarnya.
Melalui KTT G20 di Bali pada November nanti, Airlangga meminta negara-negara anggota G20 untuk bergabung dengan Indonesia mewujudkan komitmen global menuju pemulihan hijau, berkelanjutan dan inklusif.
Pada banyak forum termasuk forum ekonomi di Davos dan Singapura, isu transisi energi menjadi pembahasan. Bukan hanya terbatas pada transisi energi, namun juga upaya untuk menghasilkan energy security yang terjangkau bagi banyak negara.
Indonesia menyambut baik masukan universitas dan pakar pada berbagai pertemuan Sherpa sebagai perwujudan dari kolaborasi konkrit antara pembuat kebijakan dengan akademisi dan peneliti.
“Kita harus mengimplementasikan kebijakan di sektor riil dan mengurangi kesenjangan antara konsep dan implementasi. Tentu saja, kemitraan global sangat dibutuhkan tak hanya untuk pendidikan dan pengetahuan, namun juga untuk mendukung Presidensi G20 Indonesia,” ujar Menteri Airlangga. (HW/ree)
Load more