Jakarta - Setelah pada 28 Juni 2022 lalu lembaga pemeringkat Fitch mempertahankan Sovereign Credit Rating Republik Indonesia pada BBB (investment grade) dengan outlook stabil, ada satu lagi lembaga rating yang melakukan penilaian yang sama terhadap Indonesia, menjelang berlangsungnya KTT G20.
Lembaga rating tersebut adalah Lembaga Pemeringkat Rating and Investment Information, Inc. (R&I). R&I kembali mempertahankan Sovereign Credit Rating Republik Indonesia pada BBB+ (Investment Grade) dengan outlook stabil pada 4 Juli 2022.
Keputusan ini mempertimbangkan terjaganya stabilitas eksternal Indonesia yang didukung oleh momentum pemulihan ekonomi yang terus berlanjut dan perbaikan postur fiskal.
R&I melihat kebijakan moneter masih memiliki ruang di tengah inflasi yang meningkat secara gradual, dan perbaikan fiskal didukung kenaikan harga komoditas.
Menanggapi keputusan R&I tersebut, Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo menyatakan afirmasi rating Indonesia pada peringkat BBB+ dengan outlook stabil menunjukkan bahwa di tengah ketidakpastian ekonomi global yang masih tinggi, peningkatan risiko stagflasi seiring kenaikan suku bunga kebijakan secara global di tengah ekonomi yang baru pulih, serta makin luasnya kebijakan proteksionisme oleh berbagai negara, pemangku kepentingan internasional tetap memiliki keyakinan yang kuat atas terjaganya stabilitas makroekonomi dan prospek ekonomi jangka menengah Indonesia. Hal ini didukung oleh kredibilitas kebijakan yang tinggi serta sinergi bauran kebijakan yang kuat antara Bank Indonesia dan Pemerintah.
"Ke depan, Bank Indonesia akan terus mencermati perkembangan ekonomi dan keuangan global dan domestik, merumuskan dan melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan stabilitas makroekonomi dan stabilitas keuangan, termasuk penyesuaian lebih lanjut stance kebijakan bila diperlukan, serta terus memperkuat sinergi dengan Pemerintah untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional, kata Perry di Jakarta, Rabu (6/7/2022).
R&I memperkirakan ekonomi Indonesia akan tumbuh kuat pada 2022, dimana Pemerintah memproyeksikan pertumbuhan PDB akan berada pada kisaran 4,8%-5,5% pada 2022. Untuk meredam dampak kenaikan harga komoditas global terhadap inflasi,
Pemerintah telah menaikkan alokasi subsidi dan belanja sosial (shock absorber), yang akan dibiayai melalui peningkatan penerimaan sejalan dengan tingginya harga komoditas. Pemerintah memperkirakan defisit fiskal pada 2022 sebesar 3,9% dari PDB, menurun dibandingkan 4,6% dari PDB pada 2021. Rasio utang Pemerintah yang tercatat sebesar 40,7% dari PDB pada akhir 2021, masih lebih rendah dibandingkan negara peer.
Pada sisi eksternal, neraca transaksi berjalan mencatatkan surplus pada 2021, didukung oleh perbaikan terms of trade seiring kenaikan harga komoditas, dan kembali mencatatkan surplus pada triwulan I-2022. Transaksi berjalan diperkirakan akan kembali defisit pada 2022 pada kisaran yang terkendali, sehingga mendukung ketahanan eksternal Indonesia.
Cadangan devisa pada akhir Mei 2022 tercatat USD135,6 miliar, setara dengan lebih dari enam bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta jauh di atas utang luar negeri Indonesia yang jatuh tempo dalam satu tahun.
R&I sebelumnya mempertahankan Sovereign Credit Rating Republik Indonesia pada BBB+ dengan outlook stabil (dua level di atas tingkat terendah Investment Grade) pada 22 April 2021. (rul/ner)
Load more