Nusa Dua - Potensi nilai ekspor kredit karbon dari proyek penurunan emisi karbon di sektor kehutanan saat ini sebesar Rp 2,6 triliun per tahun, dengan luas hutan 434.811 hektare.
Sejalan dengan pencapaian target Nationally Determined Contribution (NDC) pada 2030, sektor kehutanan Indonesia masih memiliki peluang untuk menghasilkan penurunan emisi lebih lanjut.
“Hal ini disebut oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK) sebagai komitmen di luar NDC, sehingga kredit karbon dari luar NDC ini diperkirakan cukup besar dan dapat diperdagangkan di pasar global," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Kegiatan Sampingan G20 Indonesia 2022 bertajuk "Sustainable Finance for Climate Transition Roundtable" di Nusa Dua, Badung, Bali, Kamis (14/7/2022).
Menurut Menteri Keuangan, Indonesia memang memiliki salah satu hutan tropis terbesar yang akan terus diteliti dalam hal pengelolaan kehutanan. Untuk sektor kehutanan dan tata guna lahan, Indonesia diharapkan dapat melampaui target NDC pada 2030 dan bahkan lebih berpeluang untuk mencapai emisi nol bersih pada 2030.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu mengatakan bahwa kesepakatan COP-26 akan meningkatkan permintaan global untuk kredit karbon yang mengerek harga lebih tinggi lagi. Sebab, Indonesia dengan hutan yang luas tentunya dapat menghasilkan kredit karbon yang secara global mampu mencapai target penurunan emisinya.
“KLHK sedang mempersiapkan di luar regulasi NDC untuk dapat lebih mengoptimalkan potensi proyek di luar NDC ini,” ujarnya.
Mengacu pada dokumen update NDC, kata Sri Mulyani, pemerintah juga akan menempuh strategi lain di luar NDC. Misalnya dengan memanfaatkan ekosistem karbon biru pesisir terbesar yang meliputi mangrove, padang rumput laut, dan terumbu karang, yang menyimpan sekitar 75 persen hingga 80 persen dari karbon dunia.
Load more