Nusa Dua - Kolaborasi menjadi salah satu cara mempercepat transisi dari energi fosil (brown energy) menuju energi bersih atau energi baru dan terbarukan (green energy).
Menurut Darmawan, PLN membutuhkan investasi sampai 500 miliar dolar AS untuk menjalankan proyek transisi energinya. Selain itu, PLN juga membutuhkan dukungan pembiayaan berbunga rendah, kerangka kebijakan, dan kolaborasi proyek.
Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2021–2030, PLN bakal membangun pembangkit listrik berbasis energi baru dan terbarukan (EBT) sebanyak 51,6 persen dari target penambahan pembangkit baru.
Darmawan pun mengakui bahwa PLN sadar bahwa itu semua belum cukup. “PLN juga mengakui tidak bisa melakukan semua ini sendiri, karena itu, jalan keluarnya dengan kolaborasi bersama,” kata Darmawan.
Kolaborasi, kata Darmawan, menjadi demikian penting karena upaya transisi energi PLN turut berdampak pada usaha menurunkan emisi karbon tidak hanya di skala nasional, tetapi juga global.
Seluruh upaya mereka akan berdampak langsung pada dunia. Misalnya, emisi karbon yang dihasilkan di Bali juga berdampak pada Eropa dan Jepang. “Upaya kami menurunkan emisi yang akan berdampak langsung pada dunia ini, perlu dukungan,” kata Direktur Utama PLN itu.
Load more