Jakarta - Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Selasa sore melemah, dipicu pelaku pasar yang kini cenderung menghindari aset berisiko.
"Rupiah tertekan oleh sentimen risk off di pasar. Dolar AS masih menguat hari ini walau tidak besar," kata Analis DCFX Futures Lukman Leong saat dihubungi di Jakarta, Selasa.
Dolar menguat karena investor khawatir tentang kenaikan suku bunga bank sentral AS, Federal Reserve (Fed), dan eskalasi dalam perang Ukraina.
Imbal hasil obligasi pemerintah AS melonjak sebab suku bunga The Fed yang semakin tinggi dan kegelisahan pelaku pasar menjelang rilis data inflasi AS pada Kamis (13/10) yang dapat menentukan kenaikan suku bunga yang besar berikutnya oleh bank sentral pada pertemuan November mendatang.
Pasar memperkirakan sekitar 90 persen peluang kenaikan suku bunga The Fed 75 basis poin bulan depan dan mencapai 4,5 persen pada Februari dan tetap di level tersebut pada sebagian besar tahun 2023.
"Sedangkan dari domestik, data penjualan ritel bulan Agustus mengecewakan, yaitu hanya mengalami pertumbuhan 4,9 persen, lebih rendah dibandingkan perkiraan untuk 8 persen dan 6,2 persen pada bulan sebelumnya. Hal ini menambah tekanan pada rupiah," ujar Lukman.
Pada Agustus 2022 kinerja penjualan eceran yang tercermin dari Indeks Penjualan Riil (IPR) tercatat sebesar 201,8, atau tumbuh 4,9 persen (yoy).
Rupiah pada pagi hari dibuka melemah ke posisi Rp15.331 per dolar AS. Sepanjang hari rupiah bergerak di kisaran Rp15.331 per dolar AS hingga Rp15.374 per dolar AS.
Sementara itu kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada Selasa melemah ke posisi Rp15.362 per dolar AS dibandingkan posisi hari sebelumnya Rp15.299 per dolar AS.
Load more