"Jumlah tenaga kerja sebelum Covid itu sekitar 30 orang, tapi setelah Covid-19 sementara baru bisa mempekerjakan tujuh orang, tapi kami sesuaikan dengan pesanan. Kalau ada peningkatan pesanan kita bisa tambah tenaga kerja," ulas Sany sambil memperlihatkan para tenaga kerjanya menyelesaikan pesanan.
Sany berharap kedepan dengan dukungan pemerintah melalui fasilitasi dari KemenKopUKM, usahanya bisa kembali meraih masa emasnya. Untuk itu Sany berharap ada program lain seperti bantuan perluasan akses pasar hingga dukungan penguatan SDM tenaga kerjanya. Dengan begitu tas kulit hasil tangan manis dari para karyawannya bisa diterima di pasar luar negeri selain Jepang dan Australia.
"Kami berharap bisa mendapat akses yang lebih mudah dan lebih luas untuk bisa memasarkan produk kami ke negara lain seperti UK (United Kingdom), Eropa dan Amerika. Kami juga berharap sekali, bisa diikutkan dalam kesempatan pameran di luar atau di dalam negeri khususnya yang difasilitasi Kementerian Koperasi dan UKM," tukas Sany.
Kendala Produksi CV Real Issue
Dalam menjalankan bisnisnya, Sany mengakui tidak lepas dari kendala dan rintangan. Namun tekad dan semangat yang kuat kendala tersebut berhasil diatasi sehingga usahanya tetap eksis hingga hari ini.
Menurutnya salah satu kendala yang dihadapi adalah jadwal yang ketat dari buyer terutama Jepang. Etos kerja yang besar dan disiplin yang kuat dari buyer Jepang tersebut menuntutnya harus menyesuaikan diri.
Padahal dalam memproduksi satu item tas kulit saja dibutuhkan ketelitian dan kejelian yang tinggi agar tidak ada kesalahan. Hal itu mengakibatkan waktu yang dibutuhkan untuk penyelesaian satu produk lebih lama.
"Kerja dengan orang Jepang itu sangat sulit sebab menuntut kita disiplin tinggi, dia juga mengedepankan kualitas tinggi. Awal mula sulit tapi motivasi saya kuat untuk membuat produk yang bagus dan sesuai dengan standar yang dia inginkan," tutur Sany.
Load more